Jika petani cabai bergembira dan lagi bergairah menanam cabai karena terpicu tingginya harga, tapi bagi kebanyakan petani tomat justru saat panen raya berlangsung mereka tampak merana karena tidak bisa menikmati harga yang bagus.

Seperti yang diungkapkan Amir, seorang petani tomat di desa Kadua`a Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso. Lelaki asal Minahasa yang sudah dikarunia tiga orang anak itu kepada penulis, Rabu, mengaku cukup terpukul dengan anjloknya harga tomat.

Ia mengatakan anjloknya harga tomat justru terjadi pada saat memasuki panen raya.

Menurut dia, panen raya kali ini, tidak membawa keberuntungan bagi petani tomat.

Bahkan, rata-rata petani tomat pada musim panen ini mengalami kerugian besar. Pendapatan yang diperoleh petani tomat dari hasil penjualan sama sekali tidak bisa menutupi sebagian dari biaya operasional yang telah dikeluarkan.

Amir tidak merinci, kecuali mengatakan, biaya mulai dari penggarapan lahan, pembelian bibit dan obat-obatan cukup besar. Sementara penghasilan yang bisa diperoleh dengan anjloknya harga tomat di tingkat produsen tidak sampai 50 persen dari total biaya yang telah dikeluarkan petani.

"Untung harga sayur-sayuran lainnya seperti kentang, wortel, bawang, dan cabai cukup bagus," katanya.

Meski di satu sisi harga tomat turun drastis, tapi di sisi lain harga beberapa jenis sayur-sayuran dan bumbu makanan lainnya, termasuk cabai terbilang cukup tinggi.

Dengan begitu, para petani masih bisa sedikit tersenyum, meski harga tomat di pasaran saat ini terus melorot, tapi harga sayur-sayuran lainnya bergerak naik.

Hal senada juga disampaikan Rukmini, seorang petani di desa Maholo, Kecamatan Lore Piore, Kabupaten Poso. Ia juga mengaku, harga tomat di sana turun tajam.

Sekarang pedagang hanya menghargai buah tomat Rp500,00/kg. Bahkan karena murahnya harga, petani sepertinya tidak lagi memperhatikan untuk memanen buah tomat.

Sudah waktunya untuk dipanen. Bahkan ada yang lewat masa panen, tapi mereka tidak memanennya, karena harga cukup rendah. Harga tomat pernah anjlok pada musim panen 2009.

Saat itu, harga buah tomat juga hanya dipatok para pedagang berkisar Rp500,00/kg sama seperti yang terjadi saat ini.

Jatuhnya harga tomat benar-benar memukul para petani. Apalagi, seluruh Kecamatan Lore di Kabupaten Poso selama ini merupakan sentra pengembangan tanaman sayur-sayuran, dan hortikultura lainnya.

Kecamatan Lore merupakan sentra produksi sayur-sayuran terbesar di Provinsi Sulteng.


Petani Bagi Tomat Gratis

Bahkan pada dua pekan lalu, pera Petani tomat di Desa Bora, Kabupaten Sigi, terpaksa membagikan buah tomat kepada warga secara gratis karena harganya terus anjlok.

Pembagian tomat gratis yang dilakukan sejumlah petani di desa itu sebagai bentuk kekecewaaan dan protes kepada pemerintah, sebab anjloknya harga justru terjadi pada saat berlangsung panen raya.

Pemerintah seharusnya menjaga kestabilan harga seperti halnya yang dilakukan bagi komoditi lainnya, termasuk sembilan kebutuhan pokok masyarakat (sembako).

Harga tomat di tingkat produsen di wilayah itu hanya dihargai pedagang Rp800,00/kg, atau lebih tinggi Rp300,00/kg dibandingkan harga tomat di Kecamatan Lore Selatan, dan Lore Piore.

Rata-rata petani tomat, katanya, merugi besar, sebab harga benar-benar jauh di bawah normal. "Harga tomat normalnya Rp1.000,00 sampai Rp1.500,00/kg di tingkat petani," kata Tin, seorang petani di desa Bora.

Petani di Desa Bora, Sidera, dan Jonoge dalam dua pekan terakhir ini sementara panen raya. Sebelum panen, harga tomat di sana sempat mencapai Rp5.000,00/kg, ketika harga tomat di pasar Rp14.000,00/kg.

"Daripada harga terus turun sementara tomat melimpah, lebih baik kami bagikan saja kepada warga," katanya.

Selama ini, kata Tin, hasil panen dijual kepada pedagang yang datang langsung membeli, dan juga dijual petani di pasar-pasar di ibu kota provinsi.

Tapi, sejak harga tomat turun hingga mencapai Rp800,00/kg di sana, banyak petani memilih untuk tidak memanen, meski sudah waktunya dipanen.

Akibat anjloknya harga tomat, petani kini beralih menanam cabai, dan tanaman lainnya yang kebetulan harga lagi bagus. "Saya sendiri akan mengganti dengan tanaman cabai," katanya.

Harga cabai di pasaran dalam tiga bulan terakhir ini lagi membaik. Bahkan harga cabai penah naik hingga mencapai Rp80.000,00/kg, sebelum akhirnya turun saat ini menjadi Rp40.000,00/kg.

Ny Dian, seorang pedagang di pasar Masomba Palu mengatakan harga tomat lagi murah. Stok banyak, tapi pembeli kurang. "Bapak lihat sendiri sebagian tomat sudah busuk, karena tidak laku," katanya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Sulteng Abdullah Kawulusan membenarkan harga tomat di pasaran dalam beberapa hari ini turun. Bahkan turunnya tidak tanggung-tanggung.

Memang harga tomat di pasar-pasar di Palu cukup murah hanya berkisar Rp2.000-an/kg, dan di tingkat petani berkisar Rp500,00 sampai Rp800,00/kg.

Menurut dia, anjloknya harga tomat, lebih dikarenakan produksi petani melimpah, sementara tidak diimbangi dengan permintaan.

Naik-turunnya harga tomat dan beberapa sayur-sayuran lainnya di pasaran sangat tergantung pada hasil produksi petani. Kalau produksi petani banyak, maka harga sering kali turun, dan begitu sebaliknya.

Sama seperti cabai. Harga cabai beberapa waktu lalu sempat melonjak tajam mencapai harga tertinggi Rp80,000,00/kg. Saat itu stok cabai di pasar menipis, karena hasil panen petani menurun drastis.

Tapi, katanya, dalam beberapa hari terakhir ini harga sedikit turun karena hasil panen petani mulai banyak mengalir ke pasar-pasar di Kota Palu.

Pengembangan tanaman tomat di Sulteng tidak seperti komoditi lainnya seperti pertanian jagung, kedela dan padi yang memang dilakukan secara besar-besaran.

Khusus pengembangan tanaman tomat di daerah ini hanya dilakukan sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat lokal. Rata-rata petani dalam menanam tomat hanya disesuaikan dengan kebutuhan pasar lokal.

Karena itu, naik-turunnya harga tomat sangat tergantung dari stok. Kalau stok di pasar kurang, dipastikan harga naik, dan sebaliknya.

Dinas Pertanian di kabupaten dan kota di Sulteng hanya selalu mengimbau petani untuk memperluas areal dan meningkatkan produksi.

Jumlah produksi tomat di Sulteng saat ini baru sekitar 4.412 ton, dan terbesar di Kabupaten Poso, dan Sigi.

Dua daerah itu merupakan sentra produksi tomat terbesar di Sulteng, tanpa merincinya. (BK03/KWR/K004)

Oleh Oleh Anas Massa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011