Jakarta (ANTARA) - Perusahaan induk Facebook, Meta, pada Selasa (9/11) waktu setempat mengatakan pihaknya akan menghapus opsi penargetan iklan bertopik sensitif di platform-nya untuk mencegah penyalahgunaan yang dilakukan pengiklan.

Perusahaan menyebut aplikasi-aplikasi di bawah naungan Meta tidak akan lagi menawarkan pilihan khusus kepada pengiklan yang ingin menargetkan pengguna berdasarkan minat tujuan, organisasi, atau tokoh masyarakat yang terkait dengan kesehatan, ras, etnis, afiliasi politik, atau orientasi seksual.

“Kami ingin menanggapi umpan balik dari pakar hak-hak sipil, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya tentang pentingnya mencegah pengiklan menyalahgunakan opsi penargetan yang kami sediakan,” tulis wakil presiden untuk pemasaran produk iklan Meta, Graham Mudd, dikutip dari AFP pada Rabu.

Baca juga: Mark Zuckeberg diminta mundur dari CEO Facebook

Baca juga: Pionir metaverse protes Facebook ganti nama


Kebijakan tersebut akan berlaku mulai 19 Januari 2022. Mudd mencatat bahwa perubahan itu tidak didasarkan pada karakteristik aktual pengguna, tetapi pada hal-hal seperti bagaimana pengguna berinteraksi dengan konten di platform perusahaan.

Di sisi lain, perubahan tersebut juga akan memberi efek sekunder untuk kelompok nirlaba yang mencari penggalangan dana atau perusahaan kecil yang mencari pelanggan.

“Keputusan untuk menghapus opsi penargetan terperinci ini tidak mudah dan kami tahu perubahan ini dapat berdampak negatif pada beberapa bisnis dan organisasi,” tulis Mudd dalam sebuah unggahan di blog.

Selama ini perusahaan telah menghadapi kritik atas kemampuan penargetan iklan spesifik pada pengguna di platform-nya, termasuk penyalahgunaan seperti pengiklan yang mendiskriminasi atau menargetkan kelompok rentan.

Isu iklan politik di platform media sosial, termasuk cek fakta dalam konten iklan politisi, telah memicu banyak perdebatan di kalangan publik, anggota parlemen, dan perusahaan seputar pemilihan presiden di Amerika Serikat.

Mengutip Reuters, Rabu, pada 2019 Twitter telah melarang iklan politik sama sekali, tetapi Facebook pada waktu itu belum menunjukkan keinginan untuk membatasi pengiklan politik yang ingin menjangkau calon pemilih.

Pengumuman untuk membatasi penargetan iklan itu muncul ketika Facebook tengah menghadapi permasalahan yang dipicu oleh kebocoran dokumen internal yang dilaporkan mantan karyawan Frances Haugen kepada anggota parlemen AS, regulator, dan wartawan.

Uni Eropa saat ini juga sedang mendorong undang-undang baru yang dapat memaksa perusahaan teknologi terbesar di dunia untuk memikirkan kembali cara-cara mereka dalam melakukan bisnis di industri tersebut.

Baca juga: PBB ingin Facebook jelaskan lebih banyak soal Myanmar

Baca juga: Facebook uji layanan berlangganan untuk penggunaan fitur grup

Baca juga: Facebook akan matikan sistem "facial recognition"

Penerjemah: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021