Negara juga harus berani mengoreksi dan mengubah kebijakan yang meletakan investasi sebagai tujuan utama di atas keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.
Palembang (ANTARA) - Aktivis pencinta lingkungan yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menggelar aksi damai penyelamatan iklim, untuk menjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri di Palembang, Senin mengatakan aktivis pencinta lingkungan dalam beberapa hari ini melakukan aksi damai di atas jembatan Ampera dan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Palembang.

Dalam aksi penyelamatan iklim itu disuarakan cara mengakui, menghormati dan melindungi hak, nilai dan praktik-praktik yang dilakukan oleh rakyat dalam menjaga hutannya.

Kemudian negara harus berani memaksa korporasi untuk bertanggungjawab atas kerusakan dan kontribusinya terhadap krisis iklim disertai memulihkan kerusakan yang telah mereka lakukan.

Negara juga harus berani mengoreksi dan mengubah kebijakan yang meletakan investasi sebagai tujuan utama di atas keselamatan rakyat dan lingkungan hidup.

Aktivis Walhi juga menolak solusi palsu keadilan iklim dalam pertemuan KTT Pemimpin Dunia (Climate Change Conferences) COP26 yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia pada awal November 2021 yang dinilai belum mengarah pada jalur yang tepat dalam upaya memenuhi target perjanjian Paris untuk menjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius.
Baca juga: Walhi: Maraknya tambang Ilegal dampak ketimpangan penguasaan lahan
Baca juga: Walhi Sumsel deteksi ratusan titik panas potensi karhutla


Komitmen penurunan emisi semua negara yang terlibat dalam negosiasi justru mengarah pada kenaikan suhu bumi mencapai 2,7 derajat Celsius.

Oleh karena pandemi COVID-19 dan diskriminasi akses terhadap vaksin di tingkat global, para negosiator dari negara berkembang banyak yang tidak bisa hadir secara langsung.

Demikian juga dengan perwakilan masyarakat sipil, masyarakat adat, perempuan dan anak muda yang dibatasi ruang geraknya dalam menyampaikan pendapat.

Hal Ini menunjukkan tidak inklusifnya pelaksanaan COP 26 dan seolah menunjukkan bahwa konferensi Ini hanya untuk elit.

Di sisi lain perwakilan dari korporasi dan sektor bisnis justru difasilitasi dan diberi ruang dalam mempromosikan gagasan dan solusi palsu yang berdasarkan pada mekanisme pasar.

Pemerintah harus menyusun ulang kebijakannya dan mengambil fokus pada semangat pemulihan lingkungan dan hak rakyat, kata Direktur Walhi Sumsel.
Baca juga: Walhi Sumsel prihatin kerusakan hutan terus berlangsung
Baca juga: Walhi Sumsel ingatkan pemda waspada bencana hidrometeorologi

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021