Lebak (ANTARA) -
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini kepada pemerintah dan masyarakat soal fenomena La Nina yang ditandai curah hujan meningkat disertai angin kencang dan petir.
 
Potensi badai La Nina berpeluang terjadi bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah di Tanah Air.
 
Masyarakat Kabupaten Lebak trauma di akhir tahun kerapkali terjadi bencana alam akibat curah hujan meningkat disertai angin kencang dan kilat.
 
Pengalaman bencana banjir bandang dan longsor di enam kecamatan di Kabupaten Lebak terjadi 1 Januari 2020 mengakibatkan sembilan warga meninggal dunia.
 
Ratusan rumah dan infrastruktur jalan, perkantoran pemerintah, jembatan dan sekolah hilang dan rusak berat, ribuan warga mengungsi hingga sekarang mereka menempati hunian sementara (Huntara).
 
Bencana alam akibat fenomena La Nina membuat masyarakat harus mewaspadai untuk mengurangi risiko kebencanaan agar tidak banyak korban jiwa juga kerusakan material cukup besar.

Baca juga: Tetua adat : Kawasan Badui aman dari bencana banjir dan longsor
 
Waspada
 
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Febby Rizky Pratama di Lebak, Senin, menginstruksikan relawan kecamatan agar siaga dan meningkatkan kewaspadaan menghadapi fenomena La Nina karena berpotensi banjir dan longsor.
 
Peningkatan kewaspadaan itu dapat menyelamatkan masyarakat dari ancaman kebencanaan.
 
"Jangan sampai banjir dan longsor menimbulkan korban jiwa, " katanya.
 
Wilayah Kabupaten Lebak dipetakan rawan bencana banjir dan longsor karena topografi alamnya pegunungan, perbukitan dan daerah aliran sungai ( DAS) .
 
Pemetaan bencana alam tersebut berdasarkan pengalaman lokasi-lokasi langganan banjir dan longsor di daerah itu.
 
BPBD Lebak memetakan sebanyak 14 kecamatan masuk kategori rawan banjir dan 16 kecamatan rawan longsor.
 
Kebanyakan daerah rawan longsor di wilayah kaki Gunung Halimun Salak,di antaranya Kecamatan Lebak Gedong, Sobang, Cibeber, Cilograng, Bayah, Muncang, Panggarangan, Cigemblong, Sobang, Cipanas, Bojongmanik, Cirinten, Cihara dan Muncang.
 
Begitu juga daerah rawan banjir di wilayah aliran sungai, di antaranya Kecamatan Cimarga, Leuwidamar, Rangkasbitung, Warunggunung, Cileles, Cikulur, Gunungkencana, Banjarsari, Sajira, Maja, Wanasalam dan Curugbitung.
 
Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai agar bergotong royong untuk membersihkan sampah sehingga arus air berjalan lancar jika curah hujan meningkat.
 
Pemetaan itu untuk mengantisipasi dan meminimalisasi kerusakan material maupun infrastruktur.
 
Dia berharap melalui pemetaan ini tidak terjadi kerusakan material dan infrastruktur cukup besar hingga menyebabkan korban jiwa.

Baca juga: Rangkasbitung-Banten dilanda hujan lebat disertai angin kencang
 
Siaga alat evakuasi
 
Peralatan evakuasi juga sudah disiagakan selama 24 jam guna penyelamatan korban bencana alam.

Hal itu dibarengi dengan piket bergantian sebanyak 12 petugas kemanusiaan dan relawan tangguh untuk menghadapi cuaca ekstrem.
 
"Kita berharap penyiagaan peralatan evakuasi itu bisa bergerak cepat untuk penyelamatan warga yang terdampak bencana alam agar tidak menimbulkan korban jiwa," katanya.
 
Peralatan evakuasi yang siap dioperasikan di antaranya kendaraan roda empat, roda dua, mesin motor perahu karet, mobil dapur, gergaji mesin, tenda dapur, tambang, tenda pengungsian dan tandu.
 
Selain itu juga peralatan mesin berat dengan koordinasi Dinas Pekerja Umum Perumahaan Rakyat (PUPR) dan jaringan listrik.
 
Saat ini, kondisi peralatan evakuasi dilakukan perawatan secara optimal agar berfungsi dengan baik untuk penyelamatan kemanusiaan.
 
Peralatan evakuasi untuk mengurangi risiko kebencanaan agar tidak menimbulkan korban jiwa dan mereka para petugas dan relawan mampu mengoperasikan peralatan evakuasi itu.
 
"Kami menjamin peralatan evakuasi itu mampu menyelamatkan warga yang terdampak banjir dan longsor dengan cepat, karena para petugas dan relawan sudah menjalani pelatihan juga dinilai tangguh menghadapi cuaca ekstrem," katanya.

Baca juga: 1.273 rumah warga terdampak banjir di Lebak
 
Puncak La Nina
 
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan puncaknya fenomena La Nina diperkirakan akan berlangsung terjadi pada Januari hingga Februari 2022.
 
Fenomena alam ini muncul karena adanya anomali pendinginan suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah yang telah melewati ambang batas La Nina.
 
Sejak September 2021, suhu muka laut tercatat minus 0,63 kemudian lebih dingin pada Oktober 2021 mencapai minus 0,92 yang mengindikasikan penguatan intensitas La Nina dan apabila menyentuh angka satu, diperkirakan memasuki intensitas moderat.
 
Karena itu, pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat mulai siap siaga untuk menghadapi dampak musim hujan yang muncul akhir hingga awal tahun sekaligus mengantisipasi dampak dari fenomena La Nina.
 
"Intensitas hujannya dapat mencapai 100 persen untuk Desember 2021, jadi mohon yang terhormat bapak-bapak gubernur atau kepala daerah untuk memperhatikan potensi ini di bulan Desember," ujarnya.

Baca juga: BPBD Lebak mengevakuasi warga yang rumahnya kebanjiran
 
Sosialisasi
 
Bupati Lebak Iti Octavia mengatakan pemerintah daerah kini mengoptimalkan kegiatan sosialisasi dan penyampaian peringatan dini menghadapi fenomena La Nina untuk pengurangan risiko kebencanaan.
 
Kegiatan sosialisasi itu tentu memberikan edukasi agar masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam dapat menyelamatkan diri dari ancaman bencana alam.
 
Sebab, masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana itu hingga mencapai ribuan kepala keluarga (KK).
 
"Kami minta warga yang tinggal di daerah rawan bencana agar meningkatkan waspada menghadapi La Nina, " katanya.
 
Bupati juga mengatakan persediaan logistik untuk kebutuhan korban bencana alam relatif aman dan mencukupi hingga enam bulan ke depan.
 
Persediaan logistik yang ada di gudang BPBD setempat sebanyak 50 ton beras juga terdapat ratusan dus mi instan, air kemasan, makanan siap saji dan aneka makanan,termasuk minuman kemasan susu.
 
Selain itu juga persediaan pangan pemerintah daerah melalui Dinas Ketahanan Pangan sebanyak 115 ton dan 100 ton dari cadangan beras pemerintah pada Dinas Sosial Kabupaten Lebak.
 
Begitu juga bantuan logistik dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kini masih mencukupi.
 
"Kami menjamin persediaan logistik untuk kebencanaan relatif aman dan cukup," katanya.

Baca juga: Banjir melanda permukiman warga di Rangkasbitung, Lebak
 
Dilarang buang sampah
 
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak Nana Sunjana mengatakan pihaknya melarang masyarakat membuang sampah di sekitar bantaran sungai guna mencegah kerusakan ekosistem lingkungan dan bencana banjir.
 
Pelarangan membuang sampah itu ditetapkan sebagai upaya pelestarian daerah aliran sungai (DAS) agar tidak menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan karena terdapat populasi ikan dan satwa lainnya.
 
Pemerintah daerah terus melakukan pencegahan dengan memasang papan peringatan larangan agar masyarakat memiliki kesadaran tidak membuang sampah maupun limbah ke sungai.
 
Apalagi, saat ini menghadapi musim hujan sehingga bisa menimbulkan banjir jika sampah berserakan di sungai itu.
 
Selain itu, membuang sampah ke DAS juga bisa menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan.
 
Sebab, katanya, DAS juga dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus (MCK).
 
"Kami berharap masyarakat memiliki kesadaran dengan tidak membuang sampah ke aliran sungai," katanya.
 
Selama ini , tingkat kesadaran masyarakat membuang sampah ke DAS belum cukup baik, terbukti masih banyak ditemukan sampah di buang ke sungai, termasuk ke Sungai Ciujung dan Ciberang.
 
Selain itu, juga banyak pengendara mobil dan sepeda motor membuang sampah ke sungai pada malam hari.
 
Padahal, pembuangan sampah dan limbah akan menimbulkan banjir dan kerusakan lingkungan.
 
"Kami kerapkali melihat warga buang sampah ke sungai malam hari," katanya.

Baca juga: Pemkab Lebak siapkan 30 hektare untuk hunian tetap korban bencana
 
Tagana
 
Ketua relawan taruna siaga bencana (Tagana) Kabupaten Lebak Iwan Hermawan mengakibatkan sejak sebulan terakhir siap siaga menghadapi cuaca ekstrem memasuki masa peralihan atau pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan.
 
Relawan Tagana kini siaga siaga sebanyak 223 personel terbagi di Posko Rangkasbitung dan Posko Bayah.
 
Mereka bertugas di posko utama saling bergantian dengan pemberlakuan piket.
 
Kehadiran relawan Tagana cukup membantu masyarakat dalam penanganan setelah bencana untuk memberikan pelayanan dasar terhadap warga korban bencana alam.
 
Pelayanan dasar tersebut dapat memenuhi konsumsi makanan dengan membuka posko dapur umum.
 
Selain itu juga warga korban bencana dapat tinggal di tenda pengungsian, sehingga mereka lebih nyaman dan aman.
 
Relawan Tagana mengutamakan masyarakat korban bencana alam dapat terpenuhi pelayanan dasar sehingga mampu mengurangi risiko kebencanaan.
 
Pihaknya juga menghadapi cuaca ekstrem terus menjalin koordinasi dengan pemerintah daerah hingga pihak terkait dan elemen masyarakat.
 
Semoga musim hujan tahun ini tidak menimbulkan korban.*

Baca juga: BPBD Lebak: Warga korban bencana alam pasti direlokasi

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021