Washington (ANTARA) - Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Senin (18/10), menggugat komite DPR AS yang menyelidiki kerusuhan di gedung Kongres, Capitol, pada 6 Januari.

Menurut Trump, komite itu meminta catatan Gedung Putih tentang dirinya secara tidak sah.

Dalam gugatan di Pengadilan Distrik Columbia, Trump menilai materi yang diminta oleh komite termasuk dalam doktrin hukum yang dikenal sebagai keistimewaan eksekutif.

Keistimewaan itu melindungi kerahasiaan beberapa komunikasi Gedung Putih.

Permintaan komite belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak berhubungan dengan fungsi legislatif yang sah, kata pengacara Trump, Jesse Binnall, dalam surat gugatan.

Gugatan itu ditanggapi oleh dua anggota komite, Liz Cheney dari Republik dan Bennie Thompson dari Demokrat, yang menyebut Trump berusaha "menunda dan mengganggu" investigasi mereka.

Ratusan pendukung Trump menyerbu gedung Kongres pada 6 Januari untuk mencegah para anggota parlemen mengesahkan kemenangan Joe Biden dari Demokrat dalam pemilihan presiden.

Lebih dari 600 orang dikenai tuntutan hukum akibat insiden itu.
Baca juga: Mantan presiden Trump kembali lolos dari pemakzulan


Trump dimakzulkan oleh DPR, yang dikuasai Partai Demokrat, atas tuduhan menyulut serangan ke Capitol itu lewat pidatonya yang berapi-api dalam demonstrasi sehari sebelumnya.

Senat membebaskan Trump dari pemakzulan tersebut.

Presiden Biden awal bulan ini mengizinkan Arsip Nasional untuk menyerahkan sebundel dokumen yang diminta oleh komite.

Pihak Arsip mengatakan mereka akan menyerahkannya bulan depan, menurut gugatan Trump, yang meminta agar proses penyerahan itu dihentikan.

Trump dinilai berstrategi dengan menggunakan litigasi untuk memperlambat tugas komite, kata mantan pengacara kongres Michael Stern.

"Jika dia mau membayar pengacara, Trump bisa menunda penyerahan dokumen itu untuk beberapa saat," kata Stern.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kasus kerusuhan Capitol, sekutu Trump dipanggil DPR AS

Baca juga: Trump akan bantu Republik menangi kursi Kongres 2022


 

Lolos dari sidang pemakzulan, ancaman pidana mengintai Trump

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021