Balikpapan (ANTARA) - Imbas COVID-19 membuat pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus berinovasi, tak terkecuali Akhmad Saekhu, pengusaha kuliner Nasi Kebuli Balikpapan Bang Ahmad yang tidak luput dari dampak ekonomi yang diakibatkan virus COVID-19.

Namun, pria yang pernah bekerja di perusahaan migas asal Amerika Serikat itu tidak kehilangan akal untuk melakukan inovasi. Ia membuat menu baru, yaitu Nasi Kebuli, Nasi Biryani, dan Nasi Mandhi, dan Nasi Goreng Kambing instan.

Meski instan, ia menjamin rasanya tetap sama dengan rasa makanan yang ada di resto miliknya.

"Ketika orang stay at home karena penyekatan di mana-mana maka kami sebagai pemilik usaha harus punya inovasi, salah satunya bagaimana produk-produk kami sampai ke rumah," ujar Akhmad saat berbincang dengan Antara.

Agar produknya masih bisa dinikmati oleh masyarakat, maka dibuatlah produk instan.

"Nah, pandemi inilah yang kemudian mengilhami kami untuk membuat Nasi Kebuli Nasi Biryani, Nasi Mandhi, bahkan Nasi Goreng instan," ucapnya.

Keputusan untuk membuat produknya dikemas secara instan itu juga hasil berdasarkan riset yang dilakukan bersama istrinya.

"Selama pandemi ini ternyata makanan instan itu tumbuh ketika pandemi," ujar ayah dua anak itu.

Melalui produk instannya, masyarakat juga bisa memasak dengan mudah seperti makanan resto miliknya.

Di samping itu, produk instan miliknya juga dapat menjangkau pasar yang jauh lebih luas. Apalagi, harganya cukup terjangkau.

Untuk Nasi Kebuli, Nasi Biryani, dan Nasi Mandhi instan ukuran 500 gram hanya dibandrol seharga Rp62.000 bungkus.

Nasi Kebuli, Nasi Biryani, dan Nasi Mandhi instan ukuran 250 gr seharga Rp49.000 per bungkus.

Sementara untuk Nasi Goreng instan ukuran 350 gram Rp57.000 per bungkus.

"Kami ada distributor di beberapa tempat, seperti Jakarta, Sumatra, Jawa, Bali," katanya.

Nasi yang dimasak bersama kaldu daging kambing, minyak samin yang disajikan bersama daging dan ditaburi kismis itu juga bisa ditemui di kawasan Jalan MT. Haryono, Balikpapan Selatan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Salah satu pengunjung, Zaenal (20) menilai Nasi Kebuli Bang Ahmad memiliki ke khasan yang berbeda dengan kuliner lainya.

"Dagingnya terasa empuk. Selain empuk, juga tidak berbau. Rasanya pas dengan lidah orang Balikpapan," ujar pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 12 September 1969 itu.

Baca juga: Menu Lebaran - Nasi kebuli rice cooker ala chef Devina Hermawan

Merintis

Sebelum memulai usaha Nasi Kebuli itu, Akhmad memiliki usaha katering yang mensuplai makanan ke sekolah.

Dalam menjalani usaha katering itu, ia dan pegawainya lebih banyak memiliki waktu senggang, sehingga sumber daya yang dimilikinya cenderung "nganggur".

"Saat katering, aktivitas selesai jam 02.00 siang (WIT), sehingga kami punya pemikiran bagaimana sumber daya itu bisa menghasilkan tambahan. Nah, setelah kami melakukan survei dan pengamatan akhirnya jatuh pada bisnis kuliner nasi kebuli," tuturnya.

Bukan tanpa sebab, masyarakat Kalimantan Timur yang terbiasa makan nasi kuning atau nasi berbumbu membuat Akhmad menjatuhkan pilihannya pada bisnis nasi kebuli.

"Jadi, ketika kita tawarkan nasi kebuli ala Timur Tengah itu animonya cukup baik. Nah, kemudian saya dengan istri memutuskan, kita jualan nasi kebuli," ujarnya.

Awalnya, Akhmad hanya berjualan menggunakan mobil di sekitar parkiran ruko Balikpapan Baru, buka jam 5-9 sore waktu setempat.

Tidak puas dengan berjualan dengan menggunakan mobil, Akhmad mencari informasi yang dapat mendukung usahanya untuk berkembang lebih besar.

Singkatnya, Akhmad bertemu dengan tim tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Pertamina (Persero) yang mau mendukung usahanya untuk membuka restoran.

Pada 2019, ia menjadi mitra binaan Pertamina. Akhmad mendapatkan bantuan modal untuk membuka restoran, meskipun tidak 100 persen.

Selain itu, Pertamina juga memberikan pelatihan-pelatihan dalam rangka mengembangkan usahanya.

"Kami juga didukung untuk mendapatkan sertifikat halal, itu sepenuh dari Pertamina," ucapnya.

Pendapatan pun meningkat cukup besar dibandingkan ketika berjualan kaki lima. "Kalau di mobil itu, ya, sebagaimana pada umumnya, omset sehari itu antara Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta sehari. Di resto jelas ada peningkatan yang cukup banyak," katanya.

Dengan membangun resto, Akhmad bisa menambah menu lebih banyak, jam buka-tutup operasional pun juga lebih panjang. "Alhamdulillah, omset naik drastis dari sebelumnya," tutur Ahmad.

Kendati demikian, usahanya tidak semulus yang diperkirakan. Pandemi COVID-19 membuatnya harus mengencangkan ikat pinggang.

"Karena situasi COVID-19 terpaksa saya mengurangi jumlah pekerja hampir 50 persen menjadi 22 pekerja dari sebelumnya 43 pekerja," ujar Akhmad yang lulusan Diploma Empat Teknik Penerbangan Tanggerang itu.

Bahkan, usahanya mengalami penurunan penjualan hingga 80 persen.

Namun, modal yang digulirkan dari Pertamina cukup membantu mengembangkan usaha, meski di tengah pandemi COVID-19.

"Alhamdulillah usaha kami tetap berjalan dan kami bisa mengikuti beberapa pameran-pameran," katanya.

Salah satu pameran yang diikuti tahun ini yakni, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang berbarengan dengan Pertamina SMEXPO Pertamina 2021.

Melalui pameran itu, ia berharap usahanya dapat lebih berkembang dan dikenal masyarakat luas.

Baca juga: Menu Ramadhan - Nasi ayam kebuli

Beri manfaat

Meski usahanya relatif masih kecil, setidaknya Akhmad memberikan manfaat kepada orang lain.

Melalui usahanya, dia memperkerjakan 22 orang di resto miliknya. Setidaknya, ia memberikan kemanfaatan untuk 22 orang itu dan keluarganya.

"Dalam visi saya adalah ketika saya membentuk wirausaha ini saya bisa memberikan kemanfaatan banyak orang, hari ini saya memperkerjakan 22 orang karyawan," katanya.

Akhmad pun mendorong anak-anak muda untuk tidak takut membuka usaha atau menjadi seorang enterpreneur.

Menurutnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum membuka usaha, yakni kemampuan mengamati kebutuhan dan keinginan pasar.

"Dua poin itu saya rasa menjadi modal untuk bisnis kita berjalan dan jangka panjang," ucapnya.

Ia berharap kasus COVID-19 dapat terus menurun, dengan begitu masyarakat merasa aman beraktivitas.

Dengan rasa aman itu maka masyarakat pun mulai membelanjakan uang mereka, sehingga pada akhirnya dapat menggerakkan permintaan terhadap UMKM.*

Baca juga: Inspirasi menu Ramadhan, Nasi Briyani

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021