Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mereformasi sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar lebih berkeadilan dan mampu mengkapitalisasi potensi ekonomi ke depan.

“Reformasi PPN utamanya ingin mencapai dua hal yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Febrio dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan pengesahan UU HPP merupakan upaya pemerintah dalam mendorong reformasi APBN untuk mendukung reformasi struktural.

Di sisi lain Direktur Jenderal Pajak Kemnkeu Suryo Utomo mengungkapkan pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial adalah perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final.

"Perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran," kata Suryo.

Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal itu, kata dia, sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Selain itu, UU HPP menjadi cukup krusial untuk memanfaatkan peluang bertumbuhnya kelompok kelas menengah, sehingga penyesuaian peraturan PPN pada UU HPP mempertimbangkan peluang naiknya konsumsi masyarakat yang didorong oleh bertumbuhnya kelompok kelas menengah tersebut.

Baca juga: Stafsus Menkeu sebut PPN multitarif ciptakan keadilan

Suryo melanjutkan dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN.

Dengan demikian meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut seperti halnya yang sudah mereka nikmati saat ini.

Sementara itu kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025, hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang semakin membaik serta untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Ia menambahkan kemudahan dalam pemungutan PPN juga akan diberikan kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final, misalnya satu persen, dua persen, atau tiga persen dari peredaran usaha.

"Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tarif PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek kemudahan administrasi seperti yang selama ini telah dilakukan pemerintah," tutur Suryo.

Pemerintah juga terus berkomitmen untuk melakukan penguatan berbagai bantuan sosial dan program perlindungan sosial lainnya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar keluarga miskin dan rentan, seperti untuk pangan, pendidikan, dan kesehatan, sebagai bagian dari akselerasi program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan.

Baca juga: Pemerintah naikkan tarif PPN jadi 11 persen mulai April 2022
 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021