Jakarta (ANTARA News) - Indikator suksesnya pembangunan di Indonesia sangat menggembirakan, seperti anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur meningkat dalam setiap APBN. Angka kemiskinan dan pengangguran diklaim terus menurun drastis. Utang luar negeri semakin sedikit sementara pertumbuhan ekonomi makin melonjak. Namun, pada faktanya, kesejahteraan sosial yang seharusnya menjadi target akhir sebuah pembangunan masih belum sesuai harapan.

"Terlepas dari capaian pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah negara-negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan apalagi dibandingkan China (9,8 persen), pertanyaan apakah pertumbuhan ini mempunyai indikasi yang penting bagi kesejahteraan rakyat,?" kata Syahganda Nainggolan, Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) dalam seminar bertajuk "Pembangunan Minus Kesejahteraan" di Jakarta, Senin.

Itu sebabnya, tambah Syahganda, jargon pembangunan yang disampaikan pemerintah yakni "pro-growth, pro-job, pro- poor dan pro-environment", kurang memperlihatkan capaiannya.

"Meski pemerintah mengklaim menurunnya jumlah pengangguran saat ini, 7,14 persen dari penduduk Indonesia, begitu juga dengan angka kemiskinan yang tahun 2010 sebanyak 13,3 persen (turun 1,5 juta jiwa) dibanding tahun 2009 sebesar 14,1 persen, secara kualitatif hal itu menunjukkan situasi sebaliknya," ujar mantan aktivis ITB ini.

Sedangkan, tingkat keparahan hidup masyarakat semakin hari semakin menghiasi pemberitaan nasional, seperti gantung diri suami istri di Cirebon yang meninggalkan 3 anaknya, kematian 6 anggota keluarga yang terpaksa makan tiwul di Jepara karena tak mampu membeli beras, dan berbagai cerita lainnya.

Ditambah lagi inflasi di sektor pangan semakin tidak terkendali, yang mencapai 15 persen pada tahun 2010 lalu.

"Klaim penurunan pengangguran sendiri sangat bias pada sektor informal. Sebaliknya, sektor formal tidak mengalami kemajuan dalam menyerap tenaga kerja," kata Syahganda.

Demikian diskusi bulanan SMC yang dipandu mantan Menteri Koperasi Adi Sasono ini juga menghadirkan pembicara lain yakni Dra Hj Maria Ulfah Anshor, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut Maria, konsep MDG’S sejatinya dikhususkan dalam upaya kesetaraan perempuan.

"Faktanya, kemiskinan dan pengangguran di Indonesia masih didominasi kaum perempuan. Karena itu, konsep MDG’S yang diusung Pemerintah harus segera dievaluasi dan disesuaikan dengan kearifan lokal dan nasional," kata Maria.

Ketimpangan pembangunan di Indonesia juga menjadi sorotan pembicara lain Fahrina Fahmi Idris, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI). Menurutnya, ketimpangan pembangunan itu pada dasarnya bersumber dari perbedaan indikator-indikator pertumbuhan yang digunakan oleh setiap kementerian. Sehingga, kata dia, pembangunan seolah berjalan mulus padahal faktanya sangat berbeda.

"Faktanya, pembangunan masih belum menyentuh dari Sabang sampai Merauke. Terutama di daerah perbatasan. Untuk itu, kita berharap agar pemerintah memulai 2011 dengan pembangunan tanpa ketimpangan," katanya. (*)
(R009/K004)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011