Jambi (ANTARA) - Pemerataan pendidikan menjadi salah satu fokus Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia di Nusantara.

Namun, untuk mewujudkan pemerataan pendidikan tersebut bukanlah hal yang mudah dan tidak dapat dilakukan dengan waktu yang singkat. Terutama pendidikan untuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang terdapat di nusantara.

Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, KAT memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya, baik itu pendidikan, status kependudukan dan hak-hak lainnya layaknya Warga Negara Indonesia.

Di Provinsi Jambi terdapat suku asli Jambi yang disebut dengan warga Suku Anak Dalam (SAD) atau yang dikenal dengan Orang Rimba yang hingga saat ini masih sangat sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ada sekitar 6.000 Orang Rimba yang tersebar di tujuh kabupaten di Provinsi Jambi.

Diantaranya di Kabupaten Sarolangun, Batanghari, Merangin, Bungo, Tebo, Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi. Orang Rimba tersebut hidup berpindah-pindah dan berkelompok yang di pimpin oleh seorang tetua yang biasa di sebut Orang Rimba sebagai Temenggung. Masing-masing kelompok tersebut memiliki daerah dan wilayahnya sendiri.

Meski demikian sebagian kecil kelompok Orang Rimba ada yang sudah membaur dengan masyarakat dan hidup menetap di perkampungan masyarakat. Namun, tidak jarang mereka masuk ke dalam hutan untuk mencari makan.

Karena hidupnya berpindah-pindah atau nomaden, sangat sulit bagi Orang Rimba untuk mendapatkan akses pendidikan. Meski demikian Orang Rimba di Provinsi Jambi sangat membutuhkan pendidikan untuk masa depan anak-anaknya.

Baca juga: Menteri Nadiem bermalam bersama orang rimba di Sarolangun

Pentingya pendidikan

Orang Rimba menyadari pendidikan sudah menjadi kebutuhan bagi mereka untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Namun, pendidikan yang di harapkan bagi Orang Rimba yakni pendidikan yang diberikan sesuai dengan kehidupan Orang Rimba.

Tetua adat Orang Rimba Tungganai Basemen mengatakan untuk mereka yang tinggal di dalam hutan yang di butuhkan yakni guru yang datang ke lokasi pemukiman Orang Rimba. Sulit bagi anak-anak Orang Rimba mengikuti pembelajaran di sekolah karena Orang Rimba hidup berpindah-pindah untuk mendapatkan penghidupan.

Namun, tanpa sekolah atau mendapatkan pendidikan, Tungganai khawatir akan masa depan anak-anak dari Orang Rimba. Karena kondisi saat ini dengan interaksi yang semakin intens dengan orang luar mengharuskan Orang Rimba untuk beradaptasi.

Salah satu cara Orang Rimba untuk dapat beradaptasi dengan masyarakat yakni mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak yang bersekolah.

Temenggung Grip Tetua Adat orang Rimba lainnya mengatakan kehidupan asli Orang Rimba sangat bergantung dengan hutan. Namun, saat ini hutan yang menjadi penghidupan Orang Rimba semakin sempit, sementara populasi Orang Rimba semakin bertambah. Hal tersebut mendesak Orang Rimba untuk lebih jauh memasuki hutan.

Kondisi tersebut menyebabkan Orang Rimba kesulitan mencari penghidupan sehingga berdampak terhadap sulitnya mendapatkan pendidikan bagi anak-anak Orang Rimba.

Baca juga: Produsen sawit dan Unja lakukan pemberdayaan ekonomi Suku Anak Dalam

Pendidikan Orang Rimba

Meski sulit mendapatkan akses pendidikan, Orang Rimba tetap mendapatkan akses pendidikan yang di fasilitasi oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi.

Fasilitator pendidikan Warsi Jauharul Maknun menjelaskan pendidikan untuk Orang Rimba dilakukan dalam dua bentuk. Pertama dilakukan melalui pendidikan non formal dengan cara mengunjungi pemukiman Orang Rimba. Dalam pengajarannya, materi pendidikan di sesuaikan dengan alam dan kehidupan Oramng Rimba.

Seperti pelajaran berhitung yang dilakukan dengan cara menghitung pohon, serta pelajaran menulis dan membaca didekatkan dengan apa yang mudah di pahami oleh anak-anak Orang Rimba.

Bentuk yang ke dua yakni fasilitasi pendidikan bagi anak Orang Rimba di sekolah. Pendidikan untuk anak Orang Rimba di sekolah tersebut dilakukan terhadap anak Orang Rimba yang sudah cukup mahir dan mendapat dukungan dari orang tuanya.

Kolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan pihak sekolah menjadi sangat penting untuk pendidikan anak Orang Rimba di sekolah tersebut. Namun, ada kalanya anak-anak Orang Rimba meminta dispensasi ke sekolah karena mereka mengikuti orang tuanya melangun (masuk ke dalam hutan untuk mencari makan).

Dengan pola-pola pendidikan yang diberikan kepada Orang Rimba tersebut terdapat beberapa anak Orang Rimba yang berhasil meraih pendidikan yang lebih baik. Dimana terdapat tiga orang anak Orang Rimba yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi di Jambi dan Bogor.

Tiga anak Orang Rimba tersebut diantaranya Bejujung dan Besiar yang menimba pendidikan program diploma tiga di Universitas Jambi dan Fauzan yang kuliah program diploma empat di Polbangtan Bogor.

Selain itu saat ini juga terdapat Orang Rimba yang tengah menjalani pendidikan sekolah Polisi.

Baca juga: Perjuangan Yohana membujuk anak rimba bersekolah

Kunjungan Menteri

Saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jambi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mengunjungi pemukiman Orang Rimba di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun dan bermalam bersama Orang Rimba.

Dalam kunjungannya, Mas Menteri sapaan akrab Nadiem Makariem menyaksikan secara langsung sulitnya Orang Rimba mendapatkan pendidikan bagi anak-anaknya. Mas Menteri menyaksikan langsung Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Bungo Kembang yang juga di dukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Mas Menteri mengatakan pengalaman bermalam bersama orang rimba tidak akan Ia lupakan seumur hidupnya. Ia mengambil pelajaran yang sangat berharga saat bermalam dengan orang rimba mengenai seperti apa pendidikan di pinggiran.

Mas Menteri memberikan apresiasi yang tinggi terhadap guru yang memberikan pendidikan kepada anak-anak Orang Rimba yang harus masuk ke dalam hutan. Sebab sangat sulit untuk memberikan pendidikan yang layak terhadap anak-anak Orang Rimba yang hidupnya masih berpindah-pindah.

Menurut Mas Menteri, yang dibutuhkan orang rimba untuk menjamin pendidikan anak-anak mereka yakni adanya mata pencaharian. Dimana mata pencaharian adalah kunci permasalahan yang harus ditangani secara lintas sektor, bukan hanya pada Kementerian Pendidikan.

Baca juga: Anggota Polres Merangin bersama orang rimba kibarkan Merah Putih

Penghidupan Orang Rimba

Sulitnya Orang Rimba mendapatkan pendidikan yang layak untuk anak-anak mereka karena sulitnya Orang Rimba dalam mendapatkan penghidupan. Persoalan mendasar yang dialami oleh orang Rimba di Provinsi Jambi yakni kehilangan sumber penghidupan.

Hilangnya sumber kehidupan bagi Orang Rimba setelah hutan-hutan adat mereka beralih fungsi menjadi perkebunan dan hutan tanaman. Dengan ketidakpastian sumber kehidupan, menjadikan Orang Rimba yang kehilangan hutan juga kesulitan untuk melanjutkan hidup mereka serta mendapatkan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya.

Saat ini sebagian orang rimba hidup dari membrondol buah sawit. Biji-biji sawit yang sudah jatuh dari pohon diambil satu persatu dan dijual untuk membeli bahan pangan. Kondisi tersebut menyebabkan orang rimba sangat rawan berkonflik dengan pemilik konsesi.

Bahkan tak jarang mereka menjadi sasaran kekerasan pihak perusahaan. Di sisi lain, perusahaan lupa bahwa mereka sudah merampas sumber penghidupan orang rimba yang dulunya tinggal di dalam hutan itu sebelum dijadikan perkebunan.

Butuh kesadaran semua pihak untuk memahami kondisi yang dialami orang rimba tersebut. Penyelesaian persoalan terhadap orang rimba harus dilakukan secara multisektor untuk pengakuan hak orang rimba atas lahan.

Manager Program KKI Warsi Robert Aritonang mengatakan untuk dapat memberikan pendidikan yang layak kepada Orang Rimba yang harus dibenahi terlebih dahulu yakni sumber penghidupan bagi Orang Rimba dengan cara mengembalikan hutan-hutan adat Orang Rimba sebagaimana hutan-hutan mereka sebelum perusahaan perkebunan mengubah hutan menjadi perkebunan.*

Baca juga: Makna kemerdekaan bagi orang rimba

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021