Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk dapat menyelesaikan permasalahan penyakit tuberkulosis (penyakit paru-paru akibat kuman Mycobacterium tuberculosis) di Indonesia.

“Mengatasi TBC juga membutuhkan konsentrasi tinggi karena kita termasuk rangking teratas di dunia dalam kasus penyakit TBC ini,” kata Muhadjir dalam acara Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting dan Penanggulangan Tuberkulosis yang diikuti melalui Youtube Kemenko Official secara daring di Jakarta, Selasa.

Sebab, sebesar 33 persen kasus penyakit tuberkulosis di Indonesia belum terlapor dan angka keberhasilan pengobatan yang masih berada di angka 83 persen. Dia mengatakan, persoalan TBC semakin berat dengan adanya sebanyak 11.463 orang penderita TBC resistan terhadap obat.

Pada tahun 2017, Muhadjir menjelaskan diperkirakan notifikasi kasus penyakit tuberkulosis mengalami peningkatan yang signifikan. Sedangkan di tahun 2019, diperkirakan terdapat 845.000 kasus tuberkulosis atau sekitar 319 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk.

Baca juga: COVID sebabkan banyak kematian TBC, AIDS di negara miskin

Baca juga: Konas PDPI gagas program kerja pengentasan masalah kesehatan paru


Melihat permasalahan TBC yang cukup berat, dia mengatakan saat ini negara telah berkomitmen menetapkan target untuk melakukan eliminasi angka insiden penyakit TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030, dari kondisi yang saat ini masih 312 per 100.000 penduduk.

Untuk dapat mencapai target angka insiden itu, dia meminta seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat hingga akademisi dan organisasi sosial keagamaan untuk bekerja sama dalam menuntaskan permasalahan tersebut.

“Dalam mencapai target eliminasi TBC ini pendekatan yang dilakukan tidak hanya dari sektor kesehatan saja, diperlukan dukungan lintas sektor baik itu berasal dari kementerian dan lembaga-lembaga terkait, tapi juga pemangku kepentingan,” kata dia.

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwo menambahkan Indonesia saat ini memiliki lebih dari empat juta orang yang terkena tuberkulosis dan masuk dalam kategori tidak diketahui.

“Sebanyak 4,225 juta orang yang sampai saat ini mungkin belum diketahui. Jadi ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan yaitu pendekatan surveillance dan tracing pada pasien-pasien tuberkulosis,” kata Dante.

Lebih lanjut Dante membeberkan, hal lain yang harus menjadi perhatian bangsa adalah ada sebanyak 11.463 pasien tuberkulosis yang mengalami resistan terhadap obat.

Resistan terhadap obat tersebut, kata Dante, berpotensi menularkan dan menyebabkan terjadinya missing case sehingga kasus pada masyarakat tidak dapat terlihat.

“Pasien-pasien yang mengalami resistansi obat ini, mempunyai potensi untuk menularkan. Potensi menularkan menyebabkan missing case pada tuberkulosis menjadi tidak terlihat dalam masyarakat,” kata dia menjelaskan kekhawatiran terhadap TBC saat ini.

Dante menjelaskan bahwa untuk menangani permasalahan tuberkulosis, tidak hanya dapat dilakukan dengan melakukan terapi, namun juga pencegahan pemberian terapi tuberkulosis pada kelompok risiko tinggi.

Terakhir dia menyebutkan pemerintah telah menargetkan pencegahan tersebut dapat dilakukan sebesar 68 persen.

“Pencegahan tersebut diberikan dengan baseline enam persen akan dicapai menjadi 68 persen. Sehingga penemuan kasus baru dengan notifikasi tuberkulosis yang rendah, under reporting dan inreached population yang saat ini ada 67 persen, diharapkan estimasinya akan mencapai 100 persen dari 845 kasus insiden tuberkulosis tersebut,” ujar dia.*

Baca juga: Kemenkes terapkan program prioritas penanggulangan TBC

Baca juga: Kemenkes terapkan strategi khusus penanganan TBC di tengah COVID-19


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021