Jakarta (ANTARA) - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku dikonfirmasi mengenai mekanisme penganggaran pengadaan tanah di Munjul.

"Ditanya soal mekanisme aja, mekanisme penganggaran dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Sedikit lah ada enam atau tujuh pertanyaan," kata Prasetyo usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa. KPK memeriksa Prasetyo sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pembahasan anggaran tersebut dibahas mulai di tingkat komisi sampai ke badan anggaran (bangar).

Baca juga: KPK mengonfirmasi notaris proses jual beli tanah di Munjul DKI Jakarta

Baca juga: KPK panggil Kepala BPKD DKI terkait kasus tanah di Munjul
"Saya sebagai ketua bangar ya saya menjelaskan. Semua dibahas dalam komisi, nah di dalam komisi apakah itu diperlukan untuk ini, ya namanya dia minta selama itu dipergunakan dengan baik ya tidak masalah," ungkapnya.

"Pembahasan-pembahasan itu langsung sampai ke bangar besar dan di bangar besar kita mengetok palu. Nah gelondongan itu saya serahkan kepada eksekutif," ucap Prasetyo menambahkan. Selain Yoory, KPK menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.

Atas perbuatan para tersangka tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK menduga Sarana Jaya melakukan perbuatan melawan hukum terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian "appraisal", dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait. Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara "backdate" dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Baca juga: KPK konfirmasi saksi terkait dokumen penawaran tanah di Munjul Jakarta

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021