New York (ANTARA) - Harga minyak nyaris tak berubah pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu pagi WIB), setelah badai tropis Nicholas yang membawa hujan lebat dan pemadaman listrik di Texas menyebabkan lebih sedikit kerusakan pada infrastruktur energi AS daripada yang disebabkan oleh Badai Ida awal bulan ini.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November ditutup naik tipis sembilan sen menjadi 73,60 dolar AS per barel setelah mencapai tertinggi sesi di 74,28 dolar AS.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober terkerek satu sen menjadi menetap di 70,46 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi 71,22 dolar AS.

Lebih dari 39 persen produksi minyak mentah dan gas alam Teluk Meksiko AS tetap ditutup pada Selasa (14/9), kata regulator Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan (BSEE). Badai Nicholas mendarat di Texas pada Senin (13/9) dan akan mencapai Louisiana pada Rabu waktu setempat, membawa lebih banyak banjir dan hujan lebat ke fasilitas minyak Teluk.

"Situasi Teluk belum diselesaikan sendiri dengan cepat," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.

Royal Dutch Shell menutup produksi di anjungan minyak lepas pantai karena angin kencang. Lalu lintas kapal di beberapa pusat energi dihentikan karena kondisi cuaca yang sulit.

"Akan ada masalah ekspor-impor karena Houston berada di zona semi-banjir," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Nicholas adalah badai besar kedua yang mengancam kawasan Teluk AS dalam beberapa pekan terakhir, membawa hujan lebat ke Deep South dan menyebabkan pemadaman listrik. Namun, sebagian besar kilang Texas beroperasi secara normal dan utilitas pembangkit listrik Texas memulihkan daya ke pelanggan yang mengalami pemadaman.

Jaringan pipa Colonial, saluran pipa bahan bakar AS terbesar, sebagian kembali beroperasi setelah ditutup karena pemadaman listrik di pagi hari.

Minyak berubah negatif selama sesi tersebut setelah data baru dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan penurunan inflasi dan karena surutnya kekhawatiran tentang dampak badai pada sektor energi.

Setelah tiga bulan penurunan permintaan minyak global, peluncuran vaksin COVID-19 akan menghidupkan kembali selera terhadap minyak yang tertekan oleh pembatasan pandemi, terutama di Asia, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pada Selasa (14/9).

IEA memperkirakan permintaan akan rebound 1,6 juta barel per hari (bph) pada Oktober dan terus tumbuh hingga akhir tahun.

Secara keseluruhan, badan tersebut menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global 2021 sebesar 105.000 barel per hari menjadi 5,2 juta barel per hari, tetapi menaikkan angka 2022 sebesar 85.000 barel per hari menjadi 3,2 juta barel per hari.

Perkiraan ini di bawah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang memperkirakan permintaan akan tumbuh sekitar 5,96 juta barel per hari tahun ini dan 4,15 juta barel per hari tahun depan.

Sementara itu, para pengunjuk rasa memblokir sebuah kapal tanker minyak dari memuat di terminal Libya Es Sider pada Selasa (14/9), kantor media dari National Oil Corp (NOC) dan seorang insinyur di pelabuhan mengatakan.

Rincian tentang rencana China untuk menjual minyak mentah dari cadangan strategisnya juga menekan harga. China mengatakan akan melelang sekitar 7,4 juta barel minyak mentah pada 24 September.
 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021