Ini perkembangan sebagaimana dakwaan yang dibacakan di PN Jakarta Pusat.
Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adanya dugaan transaksi mencurigakan dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari.

"Saya melaporkan ke KPK sebagai transaksi mencurigakan. Saya belum bisa menyampaikan ini dipakai untuk apa. Akan tetapi, setidaknya cara-caranya yang tidak normal," ucap Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Boyamin mengaku mendapat informasi perihal transaksi mencurigakan tersebut dari saksi yang dipanggil KPK dalam penyidikan dugaan TPPU Rita tersebut.

Ketika penyidikan, kata dia, ada pemanggilan terhadap saksi-saksi. Saksi ini kebetulan dari perusahaan-perusahaan dan selama pemanggilan itu, 2019 hingga 2020, bahkan pada tahun 2018, ada laporan kepada pihaknya terkait dengan dugaan transaksi penukaran uang dari rupiah ke dolar Singapura dan selalu mencari uang dominasi 1.000 dolar Singapura.

Baca juga: Eks penyidik KPK Stepanus Robin didakwa terima suap Rp11,5 miliar

"Pada tahun 2019 sekitar Rp5 miliar, 2018 juga lebih besar, dan pada tahun 2020 masih ada kecil. Saya anggap puluhan miliar rupiah," ungkap Boyamin.

Ia menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu merupakan perkembangan dari dakwaan mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/9).

"Ini perkembangan sebagaimana dakwaan yang dibacakan di PN Jakarta Pusat kemarin yang menyangkut terdakwa Robin Pattuju dan Maskur. Ada tiga klaster besar waktu itu Tanjungbalai, Lampung Tengah, dan Rita Widyasari," ucapnya.

Bonyamin  menyebutkan klaster kecilnya Usman Effendi dan Ajay (Ajay Muhammad Priatna/Wali Kota Cimahi). Proses tersebut ada kasus menyangkut TPPU itu Lampung Tengah dan Rita Widyasari.

Ia mengharapkan pelaporannya tersebut dapat memudahkan KPK untuk menyatukan benang merah yang masih terputus dalam dakwaan Robin, kemudian menelusuri keterlibatan pihak lainnya.

"Kalau lawyer yang didakwa bersama Robin ternyata 'kan upah besar itu menyangkut hal yang tidak normal. Makanya, saya sekarang menambahkan pada KPK bahan ini supaya dari lima klaster itu tampaknya ada yang paling tidak minimal dua yang berkelindan," ujarnya.

Jika uang tersebut bisa dilacak, menurut dia, sebenarnya memudahkan KPK membuat benang merah.

"Kalau kemarin 'kan belum tampak benang merah di dalam dakwaan masih ada seperti terputus dari masing-masing klaster," ucap Boyamin.

Baca juga: Bekas Bupati Kukar suap penyidik KPK Rp5,197 miliar untuk amankan aset

Sebelumnya, Rita disebut menyuap Robin senilai total Rp5,197 miliar untuk mengurus pengembalian aset yang disita KPK terkait dengan TPPU dan peninjauan kembali (PK).

"Bahwa uang yang diperoleh terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain terkait dengan kepentingan Rita Widyasari adalah sejumlah Rp5.197.800.000,00," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/9).

Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan Robin dan Maskur.

Awalnya pada bulan Oktober 2020, Robin dikenalkan kepada Rita oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin.

Seminggu kemudian Robin bersama Maskur datang ke Lapas Kelas IIA Tangerang menemui Rita Widyasari dan menyampaikan dirinya merupakan penyidik KPK dengan memperlihatkan kartu identitas penyidik KPK serta memperkenalkan Maskur sebagai pengacara.

Pada saat itu, Robin dan Maskur meyakinkan Rita bahwa mereka bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait dengan TPPU dan PK yang diajukan Rita dengan imbalan sejumlah Rp10 miliar.

Bila pengembalian aset berhasil, Maskur meminta bagian 50 persen dari total nilai aset.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021