Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mendukung upaya penguatan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, dukungan anggaran, dan infrastruktur untuk mengatasi persoalan keamanan laut Indonesia.

"Penguatan Bakamla tidak boleh hanya terbatas pada aspek kelembagaan semata. Namun harus nyata terlihat pada dukungan anggaran, sarana, prasarana, dan peremajaan teknologi pendukung dalam menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab keamanan laut," kata Syarief dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakan Syarief menyoroti keamanan kawasan di Perairan Natuna yang sering dimasuki kapal dari negara lain, terutama dari Vietnam dan China.

Menurut dia, persoalan tersebut telah menjadi tantangan klasik yang dihadapi Indonesia yang sampai sekarang belum dapat ditangani optimal.

Baca juga: Wakil Ketua MPR nilai hadirkan PPHN cukup melalui UU

Dia mengatakan ancaman kedaulatan Indonesia dan pencurian sumber daya kelautan masih sering terjadi sehingga dibutuhkan penguatan kelembagaan maritim dalam mengamankan wilayah laut Indonesia.

"Penguatan kelembagaan maritim tersebut harus nyata terlihat, tidak hanya berhenti menjadi wacana saja. Kasus pencurian hasil laut belum tertangani dengan optimal, ini murni 'political will' pemerintah untuk serius menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim," ujarnya.

Dia mengatakan tidak terdeteksinya kapal dari Vietnam dan China memasuki wilayah NKRI menunjukkan teknologi militer Indonesia masih kalah maju dibandingkan negara tetangga.

Menurut Syarief, sangat mengherankan jika ada kapal asing yang ternyata berjumlah ratusan memasuki lautan Indonesia namun tidak terdeteksi oleh radar.

Baca juga: Wakil Ketua MPR RI dukung pembentukan Satgas BLBI

"Padahal, potensi kelautan kita sungguh melimpah, data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan potensi perikanan tangkap laut Indonesia pada tahun 2020 berada pada peringkat terbesar ke-3 di dunia setelah China dan Peru. Indonesia menyumbang 8 persen dari produksi dunia," katanya.

Namun, menurut dia, Indonesia kehilangan potensi pendapatan yang fantastis setiap tahunnya, misalnya data Indonesian Justice Intiative (IOJI) mengestimasi kerugian Indonesia dari praktik "illegal fishing" sebesar 4 miliar dolar AS atau setara Rp56,13 triliun setiap tahun.

Syarief mengatakan apabila pemerintah mampu mengoptimalkan sumber daya kelautan yang melimpah tersebut, maka Indonesia tidak perlu banyak berutang.

Baca juga: Wakil Ketua MPR dorong pemerintah perbanyak tes COVID-19.

"Padahal langkahnya tidak rumit, yaitu memperkuat pengelolaan dan penjagaan kawasan maritim. Bakamla harus diberikan dukungan yang optimal untuk mampu menjaga sumber daya kelautan dari penjarahan oleh pihak asing atau berbagai praktik ilegal lainnya," ujarnya.

Dia menekankan bahwa penguatan penjagaan kawasan perairan tidak bisa hanya dengan sekadar mengubah nomenklatur kelembagaan, namun harus dengan dukungan anggaran, SDM, dan infrastruktur yang nyata.

Syarief menjelaskan langkah penguatan tersebut tidak boleh ditunda lagi karena jika masih menganggap persoalan di perairan Indonesia adalah hal yang biasa, maka setiap tahun negara akan tetap kehilangan potensi pendapatan triliunan rupiah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021