Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa nuklir menjadi salah satu rencana pengembangan strategi energi baru terbarukan menuju karbon netral atau “net zero emission”.

Menurut keterangan dari Kementerian ESDM dikutip Antara di Jakarta, Kamis, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyebutkan bahwa sudah ada rumusan Grand Strategy Energy National dalam mencapai ketahanan dan bauran energi. Bahkan kerjasama energi terbarukan tersebut dikembangkan bersama dengan hubungan bilateral Amerika Serikat.

Selain nuklir, strategi yang dilakukan adalah pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), meliputi solar fotovoltaik, angin, biomassa, panas bumi, hidro, energi laut, hidrogen, dan battery energy storage systems.

Ego mengungkapkan, semua kebijakan global bergerak menuju transisi energi dan net zero emission. Untuk itu, saat ini Pemerintah sedang menyusun perencanaan strategi jangka panjang tentang pasokan dan permintaan energi untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional.

Pemerintah sendiri, saat ini tengah menggodok riset dan kajian untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di kawasan pesisir Kalimantan Barat. Senada dengan pemerintah, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan bahwa sudah saatnya Indonesia mengembangkan pembangkit listrik berbasis nuklir, mengingat nuklir sejalan dengan rencana energi bersih yang kerap digaungkan.

Alasan Fahmy adalah Indonesia memiliki sumber uranium yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi yang cukup besar. Selain itu, operasional pembangkit listrik tenaga nuklir dinilai lebih ekonomis dibandingkan dengan energi fosil, meskipun sedikit lebih besar untuk investasi modal awal.

“Negara yang tidak memiliki uranium saja berani mendirikan PLTN, meskipun bahan bakarnya juga bisa dibuat, tapi potensi Indonesia saya kira besar dan sebanding dengan energi nanti yang dihasilkan,” kata Fahmy. Kemudian, secara infrastruktur dan teknologi, ia menilai jika Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia yang berkompeten.

Ia menyarankan, pemerintah bisa menggandeng negara maju yang sudah memiliki energi nuklir sejak lama untuk membantu riset dan pengembangan, sehingga transfer pengetahuan bisa didapatkan. “Kendala lain saya kira adalah persoalan sosial, di mana membicarakan nuklir oleh beberapa masyarakat masih dianggap tabu, karena berbahaya, padahal itu bukanlah masalah pada masa saat ini,” tegasnya.

Ia juga memberikan masukan kepada pemerintah untuk memberikan sosialisasi terlebih dulu kepada masyarakat mengenai pengetahuan dasar energi nuklir, sehingga resistensi bisa diakomodir secara ilmiah.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021