Jakarta (ANTARA) - Film "He's All That" baru saja rilis di Netflix, sebuah film remake dari film remaja "She's All That" (1999) yang dibintangi Freddie Prinze Jr. and Rachael Leigh Cook. 

Premis tukar sudut pandang antara tokoh utama pria dan wanita memang sangat menarik dalam sajian film komedi romantis, namun kali ini asumsi itu gagal berantakan.

Pasalnya, Addison Rae yang didapuk jadi tokoh utama di film "He's All That" gagal menyampaikan penokohan yang dibawakannya.

Baca juga: LeBron James akan bintangi film Netflix "Rez Ball"

Baca juga: Animasi petualangan musikal "Vivo" tayang 6 Agustus


Dari sudut pandang seorang milenial yang masih ingat betul bagaimana rasanya menonton Freddie Prinze Jr. sebagai Zack Siller sekira 22 tahun lalu, menonton akting Addison Rae di film remake-nya terasa seperti lelucon.

Bintang yang tenar berkat TikTok itu memerankan Padgett Sawyer, Siller versi Gen Z yang kecanduan media sosial. Aktingnya datar-datar saja, bahkan kaku.

Sepanjang film, yang teringat hanyalah wajah Rae yang selalu tersenyum dalam berbagai situasi adegan baik sedih maupun gembira.

Dalam film, diceritakan Padgett Sawyer adalah remaja SMA yang juga seorang influencer. Dia rajin menabung demi biaya kuliahnya. Namun followers dia anjlok saat dia putus dengan kekasihnya Jordan (Peyton Meyer) via live streaming.

Sama seperti versi film aslinya, di sini Padgett Sawyer berusaha membalikkan keadaan, jika dulu Siller cuma ingin jadi Prom King, Sawyer ingin kembali mendapatkan kesepakatan sponsorship-nya untuk lanjut kuliah.

Taruhan pun dimulai, dia memilih cowok paling enggak cool satu sekolah yakni Cameron Kweller (Tanner Buchanan) untuk di-makeover jadi Prom King.

Seiring dengan berjalannya waktu, Sawyer dan Kweller jadi makin dekat dan konflik-pun mulai muncul.

Disutradarai oleh Mark Waters ("Mean Girls") dengan penulis naskah dari film "She's All That" yakni R. Lee Fleming Jr., "He's All That" mencoba untuk menciptakan kembali keajaiban film pendahulunya tetapi dengan sentuhan baru dengan menukar gender peran utama.

Sentuhan ini sebenarnya bisa saja bekerja dengan baik, demikian pula, upaya film untuk memodernisasi cerita dengan menjadikan bintangnya sebagai influencer dan menampilkan bintang TikTok bukanlah hal yang cerdik atau pintar, melainkan upaya sembrono untuk menarik remaja generasi Z yang dianggap lebih dangkal daripada apa pun.

Ada beberapa keputusan cerita yang sangat buruk, seperti cerita tentang percobaan pelecehan seksual yang digunakan sebagai dorongan bagi Cameron dan Jordan untuk berkelahi, dan kemudian benar-benar dilupakan.

Selain itu adapula isu relasi LGBT yang dinarasikan dengan sudut pandang positif saat sahabat Pagdett yakni Quinn (Myra Molloy) jatuh cinta dengan sahabat Cameron Nisha (Annie Jacob). Tapi terasa seperti dipaksakan untuk mengadakan isu itu di film demi menggaet Gen Z yang memang makin sadar dengan isu itu, relasi dua perempuan tersebut hanya dipandang sebagai pemanis dan tidak dieksplorasi lagi.

Baca juga: Netflix dan BBC libatkan penyandang disabilitas berkreasi dalam film

Mengecewakan

Menonton film yang merupakan reboot dari film di masa lalu, tentu kita menanti-nanti adegan utamanya. Di sini adegan makeover, mengubah penampilan si anak buangan di SMA jadi seorang penuh gaya yang cocok jadi Prom King adalah yang paling ditunggu.

Sayangnya, adegan makeover Cameron terasa diburu-buru lewat adegan lambat yang membingungkan, meski diiringi lagu yang menarik, tetapi sama sekali tidak sebanding dengan adegan di film "He's All That" di mana Laney Boggs turun secara perlahan dari tangga dengan lagu hit penentu karier Sixpence None the Richer "Kiss Me." Tidak ketinggalan dengan sentuhan romcom saat Boggs jatuh terjungkal ke pelukan Zack Siller.

Menonton film ini membuat kita seolah-olah menunggu jatuhnya jarum nostalgia yang tak terhindarkan. Meski film ini menghilangkan beberapa misogini macho dari pendahulunya, film mempertahankan sisi negatif lainnya, termasuk mengadu cewek-cewek satu sama lain. Lebih buruk lagi, film baru ini gagal untuk terlibat lebih jauh dengan poin-poin penting yang diangkat tentang seksisme masyarakat dan struktur kelas.

Secara keseluruhan film ini adalah kekacauan yang membosankan dan membingungkan yang tampaknya dikemas untuk ditelan oleh Gen Z.

Addison Rae hanya menjiwai saat dia berakting sebagai seorang influencer cantik yang menyenangkan dan disukai banyak follower namun dia kesusahan saat harus berakting serius atau ngebanyol, padahal itu adalah film komedi.

Kehadiran sejumlah aktor dari film lama seperti Rachael Leigh Cook yang berperan sebagai ibu Padgett dan Matthew Lillard (Brock Hudson dari She's All That") yang berperan sebagai kepala sekolah di SMA Padgett, tetap tidak bisa menyelamatkan film dari nuansa bosan.

Meski demikian, harus diakui sisi komedi film yang hanya muncul tipis-tipis memang keluar dari bintang-bintang lawas "She's All That" seperti Cook sebagai ibu Padgett yang berperan sebagai seorang suster pekerja keras yang sering nyeletuk bahwa dia sebenarnya tidak paham apa yang dilakukan anaknya sebagai influencer.

Sementara Matthew Lillard yang dulu adalah Brock Hudson, seorang remaja yang terobsesi jadi bintang TV di "She's All That" tampil kocak sebagai kepala sekolah Bosch di mana sekali lagi referensi gap antargenerasi dimunculkan saat dia tak habis pikir anak jaman sekarang bisa me-remix lagu hanya dengan smartphone.

Kesimpulannya, mendapat skor 30 persen di Rotten Tomatoes, film cocok ditonton bagi moviegoers yang penasaran dengan akting seorang bintang TikTok Addison Rae, atau akting seorang bintang reality show Kourtney sebagai menejer PR Padgett, namun jika punya ekspektasi film akan menyamai dengan romcom klasik "She's All That", rasanya itu cuma akan jadi upaya yang sia-sia.

Baca juga: Vanessa Kirby dan Netflix kerja sama buat film-film tentang wanita

Baca juga: Film dan serial yang siap tayang pada September

Baca juga: Diskoria rayakan film Indonesia terbaik dalam Pensi Netflix
 

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021