Surabaya (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir dua tahun ini telah meninggalkan banyak kepedihan yang mendalam, khususnya di kalangan anak-anak yang ditinggal orang tuanya yang meninggal akibat virus corona jenis baru.

Hal ini yang agaknya juga dirasakan Elen, salah seorang anak di Surabaya. Ellen agaknya belum bisa sepenuhnya mengerti karena dalam usianya yang masih tiga tahun, ia sudah ditinggalkan selama-lamanyanya oleh kedua orang tuanya. Di usia itu, ia sudah menjadi yatim piatu.

Eldiaz Nainggolan, ayah dari Ellen, diketahui meninggal pada 3 Juli 2021. Lalu pada 7 Juli 2021, disusul sang ibunda, Cristina Margereta juga berpulang. Kedua pasangan suami istri tersebut meninggal setelah terpapar COVID-19.

"Sedih. Rasanya sulit kita bayangkan bisa ditanggung seorang anak berusia tiga tahun. Seorang anak tunggal, yang dalam empat hari harus kehilangan kedua orang tua," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, saat mengunjungi Elen di kediamannya, belum lama ini.

Kala itu, wali kota bersama istrinya Rini Indriyani, yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Surabaya, menyempatkan waktu untuk berkunjung ke kediaman Ellen. Saat itu, Eri bersama istri membawakan mainan, alat tulis dan jajan kesukaan Ellen. Mereka berbincang-bincang dan menemani Elen bermain.

Eri bersama istri berusaha menghiburnya dengan mainan itu. Meskipun dia sadar betul bahwa ayah dan ibunya yang sudah berpulang akibat COVID-19, tak akan tergantikan di hati Elen.

Saat itu, Ellen mengingat ibunya yang hobi bernyanyi lagu-lagu Barat. Makanya Ellen suka berbahasa Inggris. Ketika bermain dengan Wali Kota Eri dan istri, Ellen juga fasih berbahasa Inggris.

Rasa kangen kepada ayahnya yang rajin mengajaknya bermain. Rasa kangen kepada ibunya yang sering mengajaknya latihan bernyanyi. Semuanya pasti tak terlukiskan di hati Ellen, yang kini tinggal bersama sang nenek.

Ketika Eri dan istrinya hendak berpamitan, Ellen menghadiahi pelukan erat. Eri pun membalas dengan memeluknya dengan hangat. Bagi Eri, Elen seakan mengingatkannya agar jangan biarkan anak-anak seperti Elen yang harus ditinggal ayah-ibu di masa pandemi ini sendirian.

"Saya menahan air mata sekuat-kuatnya. Saya tidak ingin Ellen kembali menangis. Saya hanya bisa mendoakan, sehat dan tegar terus ya, anak-anak hebat Surabaya," ujarnya.

Oleh karena itu, Wali Kota Eri semakin berkomitmen untuk terus merawat dan mendampingi anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya karena COVID-19 itu.

Ia memastikan hak-hak anak yang ditinggal oleh orang tuanya karena dampak COVID-19 di Kota Pahlawan itu akan terpenuhi.

Untuk itu, Pemkot Surabaya telah menyiapkan beasiswa sampai kuliah kepada anak-anak yang ditinggal orang tuanya di masa sulit ini.

Berdasarkan data yang dimiliki Pemkot Surabaya, ada sekitar 1.400 keluarga yang meninggal karena COVID-19. Dari jumlah tersebut, sekitar 600-an keluarga yang sudah diverifikasi oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya, sedangkan sisanya, hingga saat ini pemkot masih terus melakukan pendataan.

Ia juga meminta kepada seluruh warga Kota Surabaya untuk melaporkan apabila ada anak-anak yatim piatu semacam itu yang belum disurvei oleh pemkot. Laporan itu bisa disampaikan kepada lurah maupun camat di wilayahnya masing-masing, supaya anak itu bisa segera didata.


Asrama anak

Tidak hanya itu, Pemerintah Kota Surabaya siap membangun asrama untuk anak-anak yang ditinggal orang tuanya karena terpapar COVID-19. "Di sana (asrama) itu, kami dapat memantau perkembangan mereka," kata Wali Kota Eri.

Selain itu, pemkot juga menjamin pendidikan mereka hingga jenjang perguruan tinggi. Bagi Eri, anak-anak itu merupakan calon pemimpin bangsa di masa depan, makanya pemkot akan berjuang untuk masa depan mereka.

Untuk itu, anak-anak itu bisa tinggal di asrama jika mereka mau. Namun, bagi anak-anak yang tidak mau tinggal di asrama itu, maka Pemkot Surabaya tetap akan menjamin pendidikannya hingga selesai.

Bahkan, tidak hanya pendidikan, tapi bagaimana mereka semua akan mempunyai keterampilan agar dapat bersaing nantinya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya Antik Sugiharti menambahkan, pemkot akan memastikan hak-hak anak-anak itu terpenuhi, seperti hak pendidikan, hak pengasuhan dan hak kesehatan.

Antik memastikan mereka tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Tentunya kesehatannya juga, mereka harus mendapatkan intervensi kesehatan, termasuk hak pengasuhan, mereka harus ada keluarga yang bisa mengasuh, bisa melindungi dan menjaga.

Mereka harus ada keluarga yang bisa mengasuh, bisa melindungi dan menjaga. Kalau tidak, maka pemkot akan memberikan tempat (asrama) yang bisa digunakan anak tersebut untuk tinggal.

Jika ada warga Surabaya yang ingin membantu dan bahkan ingin menjadi orang tua asuh untuk anak-anak itu, maka dapat langsung ke kantor DP5A Surabaya atau menghubungi call center 112 atau hotline di nomor 08113345303.


Orang Tua Asuh

Kondisi tersebut membuat simpati sejumlah elemen masyarakat. Salah satunya Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Surabaya yang menyatakan siap menjadi orang tua asuh anak-anak yang yang ditinggal oleh orang tuanya karena dampak COVID-19.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya Arif Fathoni mengatakan Fraksi Golkar siap menjadi orang tua asuh sampai anak-anak yang ditinggal orang tuanya itu lulus sekolah.

Menurut Arif Fathoni, sudah saatnya, semua pihak ikut memikirkan masa depan anak-anak yang orang tuanya meninggal karena terpapar COVID-19. Tidak selayaknya hanya Pemerintah Kota Surabaya yang memikirkan nasib dari anak-anak tersebut, melainkan juga semua pihak.

"Untuk itu, kami memulai menjadi orang tua asuh buat anak-anak itu. Semoga bisa diikuti yang lainnya," ujar anggota Komisi A DPRD Surabaya ini.

Anak-anak yang menjadi yatim dan yatim piatu karena virus corona membutuhkan uluran tangan semua pihak. Karena, dari situlah ada masa depan buat anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya itu.

Tentunya gotong royong dalam hal ini diperlukan. Tidak hanya cukup sebatas mencukupi kebutuhan mereka berupa tempat tinggal dan pendidikan formal, tapi juga perlu pendampingan. Hal ini diperlukan agar rasa kehilangan orang tua tidak terlalu mendalam sehingga mengubah perilaku dan masa depannya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021