Jakarta (ANTARA) - Masker yang berfungsi sebagai pelindung bisa berubah jadi petaka bila dibuang sembarangan setelah dipakai karena berpotensi jadi media penularan. Siti Nur Hayah Isfandiari dari Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan, masker bekas sekali pakai harus didesinfeksi sebelum dibuang dengan disinfektan atau klorin.

"Kemudian kita gunting dan ubah bentuk masker agar tidak bisa dipakai ulang," kata Siti dalam webinar kesehatan, Sabtu.

Kumpulkan masker bekas yang sudah didesinfeksi ke dalam plastik, bungkus rapat dengan simpul mati. Pisahkan sampah masker dengan sampah rumah tangga. Jangan lupa untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah membuang masker.

Sampah yang dihasilkan oleh pasien yang sedang isolasi mandiri di rumah juga harus dikelola secara baik, ujar dia. Jika dalam satu rumah ada orang yang tidak terinfeksi COVID-19, pengelolaan sampah pasien isolasi mandiri harus dijalankan sesuai prosedur agar tidak menulari anggota keluarga lain yang sehat.

"Pisahkan sampah dari orang yang sedang sakit dan sehat. Pilah-pilah. Kalau tidak dikelola dengan baik dan tidak disiplin, semuanya bisa tertular," katanya.

Baca juga: DLH: Pemakaian masker dan sarung tangan selama pandemi meningkat

Limbah COVID-19 dari rumah tinggal yang jadi fasilitas isolasi mandiri harus dikemas dalam plastik tertutup yang kedap udara, tidak bocor dan diikat rapat.

Veronika Adyani dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY menjelaskan cara mengikat kantong plastik berisi limbah tidak boleh terlalu penuh, tidak boleh pula diinjak dengan kaki atau dipadatkan dengan tangan. Tarik plastik secara perlahan sehingga udara dalam kantong minimum. Jangan mendorong kantong ke bawah atau melubanginya untuk mengeluarkan udara.

Kantong berisi limbah infeksius ini tidak bisa diikat sembarangan. "Jangan diikat model kuping kelinci karena bisa terbuka lagi," kata Veronika.

Ikatlah dengan simpul mati agar lebih aman. Limbah ini hanya bisa disimpan maksimal dua hari sejak dihasilkan dalam wadah tertutup.

Hana Nur Auliana, Head of Communication & Engagement Waste4Change, mengingatkan perlunya memperhatikan juga kesejahteraan serta keselamatan para pekerja yang mengurus sampah.

Sebab, sama seperti tenaga kesehatan yang berhadapan dengan risiko terinfeksi COVID-19, pekerja sampah juga menghadapi risiko terpapar bila limbah COVID-19 dibuang tidak seperti seharusnya. Dia mengatakan, masih minimnya perlindungan seperti ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk pekerja sampah bisa membahayakan mereka.

Berdasarkan data internal Waste4Change pada 2019 di Jakarta, sebanyak 50,8 persen masyarakat tidak memilah sampah dan 49,2 persen masyarakat memilah sampah. Di tengah pandemi, dia menyarankan setidaknya pilah sampah medis rumah tangga seperti masker medis, sarung tangan medis, tisu bekas mucus dan peralatan makan sekali pakai pasien COVID-19 dari sampah rumah tangga lainnya.

Jika ingin lebih detail, Hana memaparkan lima kategori sampah ala Waste4Change yang bisa diterapkan di rumah. Pertama, sampah organik seperti sisa makanan, buah, sayur, daun dan ranting tanaman. Sampah organik ini bisa juga diolah menjadi kompos yang berguna untuk para pencinta tanaman.

Kedua, sampah daur ulang seperti botol atau gelas plastik, kantong plastik, kemasan makanan, botol kaca, alat tulis plastik, kaleng, kertas hingga karton.

Ketiga, sampah medis rumah tangga. Keempat, limbah bahan berbahaya dan beracun seperti sampah elektronik, tinta printer, bola lampu dan limbah medis. Terakhir, sampah residu seperti sachet busa, tekstil, tisu basah, plastik yang dikotori minyak, karton atau kertas dari kemasan makanan yang basah juga stirofoam.

Baca juga: LIPI kembangkan teknologi insinerator olah sampah medis skala kecil

Baca juga: Indonesia tekankan pentingnya ekonomi sirkular di tengah pandemi

Baca juga: Peneliti: Sampah medis meningkat di muara sungai Teluk Jakarta

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021