Jakarta (ANTARA) - Program Relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) kendaraan bermotor yang diluncurkan oleh pemerintah sejak Maret 2021 efektif mendongkrak utilisasi industri otomotif nasional di tengah penurunan selama pandemi COVID-19.

Mengacu hasil studi "Dampak Insentif PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Terhadap Perekonomian Nasional” yang diumumkan lembaga riset Institute for Strategics Inisiative (ISI) bersama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), disimpulkan bahwa PPnBM DTP mendorong naiknya volume penjualan mobil, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan rumah tangga dan pendapatan negara yang pada akhirnya membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Baca juga: Gaikindo: Relaksasi PPnBM selamatkan industri otomotif

Direktur ISI Luky Djani dalam webinar, Kamis, menyampaikan bahwa industri otomotif merupakan sektor yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap sektor-sektor yang terkait. Sektor otomotif juga meningkatkan demand atas output sektor seperti industri komponen mesin, ban, valve, filter dan lain sebagainya.

"Sementara itu, ke hilir produk otomotif telah berdampak terhadap sektor pembiayaan keuangan, alat transportasi dan lainnya," kata Luky Djani.

Program relaksasi PPnBM DTP sebenarnya berawal dari masalah penurunan penjualan mobil di dalam negeri. Sejak pandemi melanda Indonesia pada Maret 2020, penjualan mobil (yang masuk dalam skema PPnBM DTP) telah mulai mengalami penurunan penjualan.

Titik terendah penjualan terjadi pada bulan Mei 2020 mencapai 6.907 unit. Volume jauh lebih kecil pada saat kondisi normal rata-rata 40 ribu unit.

Melihat kondisi ini, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita pada Oktober 2020 mengajukan agar ada insentif bagi industri otomotif supaya bisa meningkatkan kembali utlilisasi produksinya.

Baca juga: Relaksasi PPnBM berperan dalam kenaikan penjualan Honda di Indonesia

Pada awal Januari 2021 pemerintah kembali melirik usulan ini untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang mengalami pertumbuhan negatif. Atas arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah memutuskan memberlakukan relaksasi PPnBM DTP untuk sektor otomotif.

Tidak semua produk otomotif dapat masuk dalam skema ini. Salah satu kriteria yang bisa ikut program ini adalah produk otomotif yang memiliki local purchasing (pembelian lokal) 70 persen untuk kendaraan berkapasitas mesin 1.500 cc ke bawah.

ISI kemudian melakukan kajian studi menggunakan analisis I-O (Input-Output) data penjualan mobil yang masuk dalam skema relaksasi. Analisis I-O didasarkan pada tabel I-O yang dirilis oleh BPS pada bulan Mei 2021. Kajian kemudian dibagi dalam tiga periode waktu penjualan, yakni pertama periode sebelum pandemi (Maret-Mei 2019), kedua periode awal pandemi (Maret-Mei 2020) dan ketiga, periode saat pandemi dan pemberlakuan program relaksasi PPnBM DTP (Maret-Mei 2021).

Kajian dampak ekonomi program relaksasi dilihat dari aspek kontribusi terhadap output ekonomi nasional, penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga dan pendapatan negara. Penjualan mobil yang masuk dalam skema program relaksasi pada periode pertama yakni sebelum pandemi mencapai 126.681 unit mobil.

Pada Maret 2019, penjualan mobil sekitar 46.544 unit dan terus menurun pada bulan April dan Mei menjadi 40.000 unit dan 40.137 unit. Namun pada periode awal pandemi, penjualan menurun menjadi 44.844 unit dimana penurunan terendah terjadi pada bulan April dan Mei 2020, hanya 9.426 dan 6.907 unit.

Baca juga: Menperin: Penjualan mobil triwulan II melonjak 758,68 persen

Setelah pemberlakukan program relaksasi PPnBM DTP, penjualan mobil yang masuk dalam skema relaksasi meningkat. Hasil niaga secara whole sales pada semester pertama 2021 tercatat sebanyak 52.909 unit pada Januari, 49.202 unit pada Februari, 84.915 mobil untuk Maret, 78.908 mobil pada April, 54.815 unit pada Mei dan Juni mencapai 72.720 unit, berdasarkan catatan Gaikindo.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa program relaksasi PPnBM DTP kendaraan bermotor berhasil meningkatkan penjualan mobil pada saat pandemi. Bahkan, penjualan mobil hampir sama dengan kondisi normal (sebelum pandemi).

Program relaksasi juga mampu mendorong masyarakat untuk membeli mobil lebih banyak karena harga lebih murah berkat potongan PPnBM DTP.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto menyebutkan bahwa relaksasi PPnBM DTP menguntungkan semua pihak, meliputi masyarakat, industri otomotif dan industri terkait, pemerintah dan perekonomian nasional.

Menurut riset ISI, PPnBM DTP mampu meningkatkan nilai penjualan mobil sebesar Rp 22,95 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp10,62 triliun. Total pendapatan negara yang diperoleh berkat PPnBM DTP sebesar Rp5,17 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp3,3 triliun.

Secara lebih luas, PPnBM DTP berpotensi menciptakan penambahan output Rp39,90 triliun dengan komposisi terbesar di industri pengolahan Rp29 triliun. PPnBM DTP juga berpotensi menciptakan kesempatan kerja total sebesar 183 ribu orang, mulai dari industri pengolahan hingga transportasi dan pergudangan.

Di sisi lain, PPnBM DTP memang memiliki risiko potensi penerimaan yang hilang (loss), namun juga memiliki potensi penerimaan negara yang diperoleh (gain).

Potential loss berupa Insentif PPnBM DTP yang dimanfaatkan oleh konsumen sebesar Rp2,3 triliun, sedangkan potential gain dari pendapatan masih dapat dipungut dari peningkatan penjulan mobil sebesar Rp5,17 Triliun yang berasal dari PPN, PKB, dan BNKB.

Insentif PPnBM sektor otomotif juga memberikan peningkatan permintaan input di sektor industri sebesar Rp29 triliun, dengan porsi terbesar terjadi di industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer mencapai Rp26 triliun, industri karet, barang dari karet dan plastik Rp736 miliar, serta industri peralatan listrik sebesar Rp609 miliar.

Bisnis lain yang kecipratan manfaat insentif PPnBM adalah reparasi mobil dan sepeda motor, transportasi dan pergudangan serta jasa keuangan dan asuransi.

Kesimpulan

Program Relaksasi PPnBM DTP Kendaraan Bermotor berhasil meningkatkan penjualan mobil yang masuk dalam skema program tersebut, disebabkan masih tingginya daya beli masyarakat dan peningkatan ulitisasi industri otomotif dan sektor terkait lainnya.

Dampak ekonomi program itu terbukti berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan volume penjualan kendaraan bermotor, penciptaan output/PDB, lapangan kerja, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan negara.

Untuk itu, kebijakan insentif PPnBM bisa dikatakan telah menjadi game changer di tengah pandemi yang dihadapi Indonesia saat ini dan memiliki multiplier effect untuk industri dalam rangka pemulihan ekonomi.


Baca juga: Gaikindo optimistis penjualan mobil penuhi target 750 ribu unit

Baca juga: Penjualan mobil naik 50 persen, buah relaksasi & dorongan digitalisasi
Pewarta:
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021