Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2022 beserta nota keuangan memaparkan target pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5 persen-5,5 persen.

Presiden menyakini perkiraan target tersebut dapat tercapai mengingat terdapat sejumlah momentum perbaikan ekonomi terutama pada triwulan II-2021, setelah pemerintah melakukan sejumlah pembenahan.

Kunci utama pembenahan tersebut antara lain melalui strategi APBN yang terbukti telah berperan sentral untuk melindungi keselamatan masyarakat sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi.

Kebijakan APBN itu berfungsi sebagai perangkat kontra-siklus, mengatur keseimbangan rem dan gas, mengendalikan penyebaran pandemi COVID-19, melindungi masyarakat rentan dan mendorong kelangsungan dunia usaha.

Usaha serupa tetap akan dilakukan pemerintah pada 2022 dengan APBN sebagai garis depan pertahanan ekonomi nasional yang disertai dengan pelaksanaan reformasi struktural yang lebih optimal.

Pemerintah pun mengusung tema kebijakan fiskal pada 2022 yaitu "Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" guna mendukung adanya pembenahan mulai dari sisi SDM, konektivitas infrastruktur serta ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.

Untuk itu, pemerintah optimistis tingkat pertumbuhan ekonomi bisa mencapai lima persen yang juga menggambarkan proyeksi pemulihan yang cukup kuat, didukung peningkatan investasi dan ekspor sebagai dampak dari reformasi struktural.

Namun, tahun 2022 juga bukan merupakan periode yang mudah mengingat adanya tantangan global yang masih nyata, seperti perubahan iklim, dinamika geopolitik serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata.

Kewaspadaan juga tetap diperlukan karena pandemi COVID-19 belum memperlihatkan adanya tanda-tanda akan berakhir sehingga hal tersebut menjadi prioritas utama untuk ditangani dan diantisipasi.

Dengan perkembangan ini, pemerintah memperlihatkan komitmen dalam RAPBN 2022 agar bangsa ini mampu mengarungi lautan ketidakpastian yang masih melanda tersebut.

Komitmen itu terlihat dari pendapatan negara yang dirumuskan sebesar Rp1.840,7 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.708,7 triliun, dengan defisit anggaran sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen terhadap PDB.

Rencana defisit tahun 2022 ini juga mempunyai langkah penting untuk mencapai konsolidasi fiskal karena defisit anggaran pada 2023 diharapkan bisa kembali pada level paling tinggi 3 persen terhadap PDB.

Presiden menjanjikan pembiayaan defisit anggaran akan dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal agar batas tingkat utang terkendali.

Keseimbangan

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan APBN 2022 akan menjadi instrumen penting untuk mengantar Indonesia keluar dari krisis pandemi COVID-19.

Yustinus juga menuturkan fokus pemerintah untuk mencapai pemulihan pada tahun depan adalah melakukan reformasi fiskal yang berjalan beriringan dengan reformasi struktural.

Ia menambahkan pemerintah sangat menjaga keseimbangan antara pemulihan kesehatan dan ekonomi dengan menajamkan fokus pada akar permasalahan yang juga menjadi syarat fundamental Presiden.

Sebagai contoh, pemerintah akan terus memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena sangat fundamental untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang lebih baik dan tepat sasaran.

Dalam rancangan APBN tahun 2022 anggaran perlindungan sosial ditetapkan sebesar Rp427,5 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan guna memenuhi kebutuhan dasar serta memotong rantai kemiskinan.

Kemudian, pemerintah juga akan terus membangun industri farmasi untuk mendorong pemulihan kesehatan dengan meningkatkan alokasinya pada 2022 yakni sebesar Rp255,3 triliun atau 9,4 persen dari total belanja negara Rp2.708,7 triliun.

Tak hanya itu, segala permasalahan sistem pendidikan Tanah Air turut diperbaiki sehingga pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp541,7 triliun untuk peningkatan produktivitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Pemerintah juga menjaga iklim investasi di Indonesia baik melalui pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan sistem Online Single Submission (OSS).

Dengan demikian, terdapat satu garis lurus yang tersambung melalui komitmen yang sama, baik pendidikan, kesehatan, infrastruktur termasuk bagaimana pemerataan kemiskinan dan ketimpangan itu menjadi visi yang dapat dipenuhi.

Yustinus pun mengingatkan terdapat dua kata kunci yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo yaitu terobosan dan berpikir dengan cara-cara tidak normal untuk menghadapi situasi yang tidak normal ini.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai penguatan kinerja ekonomi pada 2022 akan sangat bergantung pada penanggulangan pandemi COVID-19 yang hingga kini belum bisa diprediksi berakhirnya.

Ia ikut memberikan apresiasi atas target pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga mendekati 5,5 persen tahun depan, karena bisa memberikan harapan atas ketersediaan lapangan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Namun, Piter mengingatkan penanganan pandemi COVID-19 merupakan hal utama yang harus dilakukan karena perekonomian bisa tumbuh dengan kebijakan fiskal ekspansif yang direncanakan pada 2022.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad juga mengatakan implementasi kebijakan menjadi salah satu kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di 2022.

Salah satu kebijakan tersebut adalah percepatan penyerapan belanja bantuan sosial untuk mendorong kinerja konsumsi rumah tangga yang sempat lesu karena adanya pandemi COVID-19.

Ia menilai kebijakan penguatan konsumsi ini dalam jangka waktu dekat bisa memberikan dampak kepada kinerja perekonomian, dibandingkan reformasi struktural dan investasi yang masih membutuhkan waktu.

Pengamat kebijakan publik dari Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Singapura, Yanuar Nugroho juga menilai arah kebijakan APBN 2022 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sudah memadai terutama untuk penguatan kualitas SDM.

Penguatan ini mencakup pembangunan SDM di sisi hulu melalui aspek kesehatan, pendidikan dan perlindungan sosial, serta di sisi hilir yang diantaranya termasuk pendidikan tinggi, manajemen talenta, riset dan inovasi.

Oleh karena itu, kebijakan ini diharapkan bisa ditindaklanjuti dengan langkah konkrit di tingkat birokrasi agar Indonesia dapat keluar dari pandemi dengan bermartabat dan ekonomi dapat kembali lepas landas.

Baca juga: Pengamat: Arah anggaran APBN 2022 sudah tepat
Baca juga: Presiden: Tahun 2022 kita masih hadapi ketidakpastian yang tinggi
Baca juga: Pemerintah targetkan pendapatan negara Rp1.840 triliun pada 2022

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021