elayan kecil harus dilindungi agar jalurnya (untuk menangkap ikan saat melaut) tidak diobok-obok oleh kapal besar,
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa berbagai regulasi yang dibuat terkait dengan nelayan akan mengutamakan perlindungan terhadap operasional atau proses melaut yang dilakukan oleh kapal nelayan kecil di berbagai daerah.

"Nelayan kecil harus dilindungi agar jalurnya (untuk menangkap ikan saat melaut) tidak diobok-obok oleh kapal besar," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dalam Bincang Bahari yang digelar di Jakarta, Selasa.

Menurut Zaini, aturan yang dibuat KKP terkait dengan pengaturan serta pengelolaan alat penangkapan ikan menggunakan prinsip-prinsip yang salah satunya menjamin kesetaraan akses antara nelayan kecil dan besar.

Hal tersebut diatur antara lain melalui pembagian jalur dan pembatasan kapasitas penangkapan. Seperti diketahui, jalur penangkapan ikan terbagi menjadi tiga, yaitu Jalur I (0-4 mil dari garis pantai), Jalur II (4-12 mil), serta Jalur III (di atas 12 mil).

Baca juga: 82 persen nelayan belum punya akses BBM bersubsidi

Ia mengingatkan bahwa definisi nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal dengan ukuran maksimal 5 gross tonnage (GT).

Untuk mewujudkan kesetaraan akses yang berkeadilan dan berpihak kepada nelayan kecil, Jalur I hanya boleh untuk nelayan yang menggunakan kapal maksimal 5 GT. Kapal nelayan kecil tersebut diperbolehkan naik ke Jalur II dan III, tetapi ada persyaratan dalam rangka menjaga keselamatan nelayan.

Jalur II adalah untuk kapal berukuran 5-10 GT yang tidak boleh turun ke Jalur I, tetapi kalau ingin ke jalur III diperbolehkan.

Pengaturan lainnya adalah untuk jenis kapal apapun di atas 10 GT hanya beroperasi di jalur III tidak boleh untuk turun ke jalur II dan I.

Terkait operasional nelayan kecil, sebelumnya Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebutkan sebanyak 82,08 persen nelayan kecil belum memiliki akses terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Mereka tahu ada hak mereka untuk mendapatkan BBM bersubsidi, tetapi sebagian besar dari mereka tidak memiliki akses untuk membeli BBM bersubsidi," kata Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu (7/7).

Baca juga: Anggota DPR: KKP perlu rutin awasi keselamatan nelayan

Dani menjelaskan persentase itu diperoleh dari hasil survei yang dilakukan KNTI terhadap 5.292 nelayan di 10 provinsi dengan 25 kabupaten maupun kota mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Kalimantan Utara.

Berdasarkan hasil survei tersebut, mayoritas nelayan kecil tidak punya surat rekomendasi yang membuat mereka tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.

Selain terkendala urusan administrasi, lanjut dia, lokasi kantor dinas perikanan yang terlalu jauh dari perkampungan nelayan juga menjadi kendala mereka untuk mengurus surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021