gas bumi memang masuk kategori energi fosil tetapi dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak dan batu bara yang tinggi emisi karbon
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Eksplorasi Nanang Abdul Manaf mengatakan gas bumi menjadi andalan dalam program transisi energi di Indonesia.

Menurutnya, gas bumi memang masuk kategori energi fosil tetapi dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak dan batu bara yang tinggi emisi karbon.

"Gas disebut sebagai andalan ketika terjadi energi transisi. Gas memang masuk kategori minyak fosil, tetapi dianggap lebih ramah lingkungan," kata Nanang dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan laporan The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menilai ilmu terkait perubahan iklim, gas bumi hanya menghasilkan 469 gram karbon dioksida per kilowatt hour (kWh).

Angka emisi itu cenderung lebih rendah dibandingkan batu bara yang mencapai 1.001 gram karbon dioksida per kWh dan minyak sebesar 840 gram karbon dioksida per kWh.

Dalam proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang dirumuskan Dewan Energi Nasional, porsi bauran energi untuk gas bumi diproyeksikan mengalami peningkatan selama 30 tahun ke depan.

Pada 2020, bauran gas bumi tercatat hanya sebesar 21,2 persen dengan volume mencapai 6.557 MMSCFD.

Jumlah itu bertambah menjadi 21,8 persen dengan volume sebesar 11.728 MMSCFD pada 2030.

Kemudian meningkat signifikan menjadi 24,0 persen dengan volume mencapai 26.112 MMSCFD pada 2050.

"Volume itu meningkat karena konsumsi juga meningkat antara tahun 2020 dibandingkan 10 tahun yang akan datang," ujar Nanang.

Proyeksi kebutuhan energi Indonesia selama 30 tahun ke depan. (ANTARA/HO-SKK Migas)
Saat ini cadangan gas bumi di Indonesia diprediksi mencapai 62,4 triliun kaki kubik dengan cadangan terbukti sebanyak 43,6 triliun kaki kubik.

Kapasitas pembangkit listrik yang akan beralih dari solar menjadi gas berkapasitas 1.700 megawatt tersebar di 53 lokasi dengan kebutuhan gas mencapai 166 BBTUD per hari.

Dari kapasitas 1.700 megawatt tersebut, pemerintah telah mengonversi 274 megawatt di lima lokasi pada 2020 lalu.

Kemudian, sisanya akan selesaikan tahun ini dengan rincian 213 megawatt di lima lokasi rampung semester I dan 1.210 megawatt di 42 lokasi selesai pada semester II.

Program konservasi bahan bakar pembangkit listrik tersebut diharapkan bisa mengurangi emisi karbon sebanyak 1,4 juta ton, mengurangi impor minyak, dan meningkatkan konsumsi gas bumi di dalam negeri.

"EBT tidak serta-merta dalam waktu dekat bisa menggantikan fungsi minyak dan gas, bahkan sampai 2050 peran minyak dan gas masih signifikan secara volume," pungkas Nanang.

Baca juga: Teknologi digital dan EBT jadi pendorong transisi energi
Baca juga: Pemerintah perlu manfaatkan momentum kenaikan harga batu bara dunia
Baca juga: Kementerian ESDM terus tingkatkan transparansi data dan informasi


 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021