Jakarta (ANTARA) -
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal meminta agar kasus kebocoran data pribadi 279 juta penduduk Indonesia diusut tuntas.
 
Muhammad Iqbal dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, mengatakan kebocoran data pribadi itu diduga berasal dari data BPJS Kesehatan.
 
"Mengapa hal itu bisa terjadi? Kami meminta Kominfo, Polisi serta Badan Siber dan Sandi Negara bekerjasama untuk menyelidiki sampai tuntas kasus kebocoran data tersebut," kata dia.
 
Kemudian pelakunya pun, menurut dia, harus diberi hukuman agar memberikan efek jera. Kebocoran data pribadi, katanya, sangat berbahaya karena hal itu bisa dimanfaatkan untuk kejahatan digital, termasuk kejahatan perbankan.

Baca juga: Sampel data bocor diduga identik dengan data BPJS Kesehatan
 
Apalagi data pribadi yang bocor kali ini berisi NIK, nomor ponsel, email, alamat, dan gaji, serta sebagian di antaranya memuat foto pribadi. Kebocoran data pribadi juga bisa berpotensi menimbulkan kerugian sistemik serta membahayakan warga dan negara.
 
"Kami menyesalkan adanya kebocoran data pribadi 279 penduduk Indonesia. Bahkan ratusan juta data itu sampai dijual di situs surface web Raid Forum," kata Iqbal.
 
Kebocoran data pribadi bukan kali ini saja. Selain Pemerintah, kebocoran data pribadi juga dialami perusahaan swasta di Indonesia.
 
Sejak 2020 saja, lanjutnya kasus kebocoran data pribadi yang terekspos media sudah lima kali, di antaranya 230 ribu data pasien COVID-19 di Indonesia, 2,3 juta data KPU, 1,2 juta konsumen Bhinneka, 13 juta akun Bukalapak, hingga 91 juta akun Tokopedia.

Baca juga: Kemendagri pastikan data penduduk diduga bocor bukan data dukcapil
 
"Berbagai kasus itu menunjukkan lemahnya keamanan dan perlindungan data pribadi kita. Oleh karena itu, kami mendorong kementerian/lembaga dan perusahaan swasta untuk melakukan penguatan keamanan data pribadi sehingga kasus kebocoran data itu tidak terjadi lagi," ucapnya.
 
Kasus kebocoran data pribadi itu menurut membuat semua pihak mestinya lebih sadar betapa pentingnya RUU Perlindungan Data Pribadi. RUU PDP itu sangat urgen mengingat banyaknya masyarakat yang terhubung dengan berbagai layanan online dan aplikasi.
 
"Kami mendorong DPR dan Pemerintah agar bisa mengesahkan RUU PDP tahun ini," ujar Iqbal.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021