Kondisi ini tentang mengundang kekhawatiran kita
Jakarta (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan mutu pendidikan tidak bisa bersandar pada dukungan anggaran semata.

“Memaknai kemerdekaan belajar harus berbanding lurus dengan upaya peningkatan SDM Indonesia yang dihasilkan dari proses pembelajaran. Untuk mengukurnya, kita dapat merujuk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” ujar Ketua MPR, Bambang Soesatyo, dalam Knowledge Sharing Forum (KSF) ke-19 Universitas Terbuka yang dipantau di Jakarta, Senin.

Berdasarkan data yang dirilis oleh UNDP pada 2020, IPM Indonesia berada pada urutan 107 dari 189 negara. Bahkan di Asia Tenggara masih kalah dari Singapura yang menduduki ranking 11, Brunei Darussalam yang menduduki ranking 47, Malaysia pada urutan 62 dan Thailand pada ranking 79.

Begitu juga gambaran kemampuan siswa yang dirilis oleh PISA pada 2018, menempatkan Indonesia pada posisi 72 dari 77 negara OECD.

“Masih tertinggal jauh dari Singapura yang berada pada urutan dua dan Malaysia pada urutan 56. Kondisi ini tentang mengundang kekhawatiran kita bersama, mengingat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, anggaran pendidikan dialokasikan 20 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Kondisi ini menyadarkan kita bahwa peningkatan SDM dan mutu pendidikan tidak hanya disandarkan pada dukungan anggaran,” terang Bambang.

Berikutnya, realisasi konsep Merdeka Belajar harus dapat menjawab tantangan yang dihadapi yakni peningkatan kualitas pendidik, penyempurnaan sistem pendidikan dan pembenahan pada lembaga pendidikan.

Baca juga: Ketua MPR : teknologi buka akses pendidikan tinggi

Baca juga: Ketua MPR soroti persoalan kualitas SDM untuk kemajuan pendidikan


Pada jenjang pendidikan tinggi, tantangan tidak hanya pada akses pembelajaran yang dijangkau lapisan masyarakat tetapi juga kemampuan menghasilkan alumni yang berkualitas dan berdaya saing.

“Saya mengapresiasi penerapan dan pemanfaatan teknologi yang dilakukan UT dalam membantu proses pembelajaran. Juga upaya pemerataan yang dilakukan, terutama dalam menjangkau masyarakat yang belum tersentuh lembaga pendidikan tinggi,” kata dia lagi.

Bambang juga mengingatkan bahwa pembangunan SDM juga harus holistik tidak hanya cerdas dan terampil secara akademis tetapi memiliki jiwa Pancasila dan berakhlak mulia.

Rektor UT, Prof Ojat Darojat, mengatakan kampus PTN yang melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ) itu sejak 36 tahun lalu telah melakukan upaya pemerataan akses pendidikan tinggi pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

“Kami memberikan kesempatan pada masyarakat yang sudah bekerja untuk meningkatkan kompetensinya dan juga meningkatkan daya tampung perguruan tinggi,” kata Ojat.

Sebanyak 60 persen mahasiswa UT berasal dari pinggiran yang sulit dijangkau lembaga pendidikan lainnya. Puncaknya saat hadirnya UU guru dan dosen, yang mensyaratkan guru dari jenjang PAUD hingga SMA harus S1, maka banyak guru-guru yang melanjutkan pendidikan melalui UT.

Saat ini, UT berupaya meningkatkan statusnya menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN BH) agar bisa menjangkau masyarakat secara lebih luas lagi dan lebih lincah. UT juga menyiapkan ekosistem pembelajaran digital yang akan menjadi rujukan perguruan tinggi Indonesia dalam melakukan pembelajaran daring atau PJJ.

Baca juga: MPR ingatkan urgensi pendidikan wawasan kebangsaan

Baca juga: MPR minta Kemdikbud petakan kebutuhan formasi guru sebelum rekrut PPPK


Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021