Kendari (ANTARA) - Ledakan bom aksi terorisme kembali terjadi di gerbang Gereja Katedral Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tepat pada Minggu (28/3/2021) sekitar pukul 10.30 WITA.

Aksi terorisme itu dilakukan oleh dua orang pelaku menggunakan kendaraan roda dua yang berusaha masuk ke dalam gereja namun ditahan pihak sekuriti. Akibat peristiwa tersebut, kedua pelaku meninggal di tempat.

Tindakan tersebut juga membuat masyarakat umum serta sekuriti gereja ikut terluka. Aksi keji itu mengakibatkan 19 orang terluka akibat terkena ledakan.

Namun, luka yang diderita para korban umumnya masih dapat disembuhkan, sehingga satu demi satu korban ledakan bom kembali ke rumah, setelah menjalani perawatan medis di rumah sakit.

Belakangan, diketahui pelaku peledakan di gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan pasangan muda. Pelaku laki-laki berinisial L berusia 26 tahun dan satu lagi perempuan berinisial YSF. Keduanya diketahui pasangan suami istri yang baru menikah 6 bulan.

Atas tindakan itu, berbagai pihak dari tokoh agama, masyarakat hingga pemerintah spontan bersuara, mengutuk hingga mengecam atas tindakan bom bunuh diri tersebut juga mendesak aparat kepolisian untuk bekerja maksimal mengusut tuntas jaringan pelaku bom bunuh diri.

Berselang empat hari, aksi teror kembali terjadi yang diduga dilakukan oleh seorang wanita di Markas Besar Polri pada Rabu (31/3/2021) pukul 16.30 WIB.

Terduga teroris yang mengenakan pakaian serba hitam dan penutup kepala berwarna biru masuk ke dalam kawasan Mabes Polri. Terduga teroris tersebut sempat menodongkan senjata api kepada aparat yang sedang bertugas di sekitar gerbang Mabes Polri.

Tidak menunggu lama terduga teroris berjenis kelamin perempuan tersebut langsung dilumpuhkan dengan timah panas oleh petugas karena telah mengancam keselamatan.

Akibatnya, terduga teroris tersebut tewas ditembak oleh aparat kepolisian yang berjaga di Mabes Polri.

Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit mengatakan terduga teroris yang melakukan penyerangan di Mabes Polri berinisial ZA (25) berideologi radikal ISIS.

"Ini dibuktikan dengan postingan yang bersangkutan di sosial media," kata Kapolri saat jumpa pers terkait penyerangan oleh terduga teroris di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3) malam.

Tersangka merupakan salah satu mahasiswa di salah satu kampus dan drop out (DO) atau pemutusan hubungan studi pada saat semester lima.

Dari hasil pendalaman dan penggeledahan, polisi mendapatkan beberapa hal terkait barang-barang yang dibawa pelaku, yakni map kuning yang berisi amplop bertuliskan kata-kata tertentu.

Yang bersangkutan juga memiliki akun instagram yang baru saja atau sekitar 21 jam yang lalu mengunggah sesuatu yang terdapat bendera ISIS.

"Dan ada tulisan terkait masalah bagaimana perjuangan jihad," kata dia.

Teror tentunya merugikan banyak pihak, bukan hanya korban luka, atau kerugian harta benda saja, namun juga meninggalkan trauma psikologis bagi banyak orang.

Jaringan teroris biasanya memang merekrut generasi muda untuk melancarkan aksi mereka. Karena, generasi muda merupakan kelompok umur rentan yang sedang dalam pencarian jati diri.

Belum mantapnya fondasi jati diri kaum muda ini lah yang dimanfaatkan jaringan teroris untuk menanamkan doktrin radikal ekstremisme yang kemudian akhirnya yang terdoktrin menjadi eksekutor dari tindakan terorisme.

Kondisi seperti ini tentunya mesti menjadi atensi khusus semua pihak agar para generasi bangsa dapat dibentengi dari paham radikal dan terorisme dengan membentuk simpul pertahanan yang tidak dapat ditembus oleh paham radikalisme dan terorisme.

Baca juga: Kapolri: Terduga teroris yang serang Mabes berideologi radikal ISIS
 
Nahdlatul Ulama Sultra bersama UHO Kendari, dan Polda Sultra sinergi dalam menangkal paham radikalisme melalui MoU, di Kendari, Rabu (24/3/2021). (ANTARA/HO-Humas UHO Kendari)



Pertahanan dalam
Berbagai lembaga organisasi besar di Provinsi Sulawesi Tenggara membangun komunikasi yang masif untuk menekan paham intolaran, radikal, dan terorisme.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara bersama Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari dan Kepolisian Daerah (Polda) setempat membangun sinergi dalam upaya mencegah paham radikalisme di daerah tersebut.

Kerja sama yang dibangun ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara NU Sultra, UHO dan Polda setempat.

Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Sultra, KH Muslim mengatakan kerja sama tersebut dilakukan untuk melindungi Bangsa Indonesia agar tidak dirongrong oleh paham-paham yang dapat memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Di saat ada sesuatu yang akan mengancam keberlangsungan negara, menodai ajaran-ajaran agama selalu bersinergi, menurutnya, hal tersebut tidak bisa ditangani secara sendiri-sendiri.

Kata Muslim, hal tersebut sebagai satu tanda bahwa untuk menangkal kemungkaran harus sinergitas dengan seluruh elemen Bangsa.

Banyaknya informasi yang tidak berlandaskan hukum yang diperoleh masyarakat bisa membahayakan ketentraman masyarakat karena bisa disusupi oleh paham-paham intoleran, radikalisme, dan terorisme.

Oleh karena itu, ke depannya pihaknya bersama UHO dan Polda Sultra akan menyusun buku yang berisi tentang ajaran toleransi dan pencegahan paham radikalisme.

Hal itu penting dilakukan karena ia menilai pemahaman yang tidak jelas dan salah akan dianggap benar dan sebaliknya yang benar itu dianggap salah. Sehingga pihaknya berupaya bagaimana supaya masyarakat menerima informasi yang jelas dasarnya, tataran hukumnya dengan pendekatan-pendekatan secara spiritual dan intelektual.

Rektor UHO Kendari Prof. Dr. Muhammad Zamrun mengatakan dengan adanya kolaborasi tiga lembaga tersebut bisa mencegah paham yang dapat merusak persatuan dan kesatuan Bangsa.

"Ini sangat baik sekali untuk bisa mengurangi, atau lebih bagus lagi kalau menghapuskan intoleransi, radikalisme dan paham terorisme di Sulawesi Tenggara," kata Zamrun.

Ia berharap ke depannya kolaborasi upaya dalam mencegah paham radikalisme dapat melibatkan pemerintah daerah dan seluruh yang berwenang seperti TNI sehingga wilayah Sulawesi Tenggara terbebas dari paham yang mengancam keutuhan NKRI.

Direktur Intel (Dirintel) Polda Sultra Kombes Pol Suswanto menuturkan bahwa adanya gerakan sekelompok orang yang berdampak pada ketidaknyamanan masyarakat akan menjadi target dan sasaran dalam melakukan pengamanan, tetapi dengan upaya edukasi dan pendekatan persuasif terlebih dahulu.

Selain itu, ia menyampaikan dalam mencegah paham-paham yang dapat memicu konflik antarkelompok, pihaknya akan melibatkan pemuda sehingga tercipta kamtibmas khususnya di wilayah Sultra.

Pendekatan secara masif juga dilakukam jajaran kepolisian di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dalam mencegah paham-paham yang dianggap dapat mengganggu ketentraman Bangsa.

Upaya itu dilakukan dengan menggandeng tokoh agama baik pendeta, pastor, tokoh umat Hindu, Budha dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam mencegah paham intoleran, radikalisme dan terorisme, khususnya di wilayah tersebut.

Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Humas Polres Bau Bau Iptu Dessy Simon mengatakan pihaknya telah melaksanakan rapat koordinasi dalam rangka menjaga keamanan dari paham-paham yang dapat merusak NKRI, khususnya di wilayah hukum Polres Baubau.

"Itu dalam rangka pencegahan, penangkalan dan pemberantasan paham intoleran, radikalisme dan terorisme di wilayah hukum Polres Baubau," kata Iptu Dessy.

Ia menyampaikan rapat yang dilaksanakan Kamis (1/4) tersebut diikuti Kapolres Baubau AKBP Rio Tangkari, Wakapolres Baubau Kompol Arnaldo Von Bulow, Kabag Ops Polres Baubau AKP Bagio, Kasat Intelkam Polres Baubau Iptu Pradifta Dhanan Jaya, Ketua FKUB Baubau Rusdin, Ketua MUI Bauabu Abdul Rasyid, Ketua NU Baubau Arif Tasilah.

Selanjutnya, Ketua Muhammadiyah Baubau Basri, Ketua Badan Masyawarah Antar Gereja (Bamag) Baubau Pendeta Ronald Marbun, Gereja Khatolik Nieholaks Pegan, Ketua BPMJ Gep Sultra Lelemangura Pendera Tirza Madona, Ketua PDHI adat Karing-Karing I Made Sumadi, dan Yayasan Tionghoa Andry Tenggono.

Kegiatan tersebut juga sebagai bentuk program kerja 100 hari Pak Kapolri serta menjalin kerjasama antara pemangku agama guna pencegahan penyebaran paham intoleran, radikal dan terorisme di wilayah hukum Polres Baubau.

Ia menyampaikan hasil rapat tersebut, pertama, semua tokoh agama, NU, MUI, FKUB, dan Bamag (Badan Pengurus antar Gereja) se-Kota Baubau mengutuk keras atas kejadian bom bunuh diri di Gereje Katedral Makassar.

Kedua, semua ajaran agama tidak membenarkan terhadap adanya paham radikalisme, intoleran dan ajaran terorisme karena sangat bertentangan dengan kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara.

Ketiga, bahwa Polres Baubau siap mengamankan pelaksanaan hari ibadah umat Kristiani seperti Natal, Paska oleh di gereja-gereja dalam Kota Baubau.

Keempat, Polres Baubau meminta kepada masyarakat agar tidak terprovokasi dengan isu-isu yang tidak bertangggung jawab pasca terjadinya bom bunuh diri di Kota Makassar.

"Dalam setiap perayaan ibadah tiap-tiap agama, pengamanan akan melibatkan personel-personel dari lintas agama," katanya menambahkan.

Penguatan lainnya dalam mencegah paham radikalisme, intoleran dan terorisme juga dilakukan jajaran Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Tenggara melalui penguatan moderasi pemahaman beragama.

Kemenag Sulawesi Tenggara menggelar penguatan moderasi pemahaman beragama sebagai salah satu upaya mencegah radikalisme di daerah itu, diikuti 150 orang mengusung tema 'Penguatan wawasan Kebangsaan dan Keagamaan untuk Sultra yang aman, rukun, maju, sejahtera dan martabat.

Wakil Gubernur Sultra Lukman Abunawas yang hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan dalam setiap aktivitas sosial yang dijalani harus senantiasa mengutamakan kerukunan beragama dalam konteks moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama di daerah tersebut.

Pemda Sultra melalui program Sultra beriman dan berbudaya, kata Wagub, sudah berkolaborasi dengan Kemenag Sultra dalam membangun kehidupan umat beragama yang damai.

Melalui kolaborasi itu, lanjut Wagub, Sultra pernah menggelar melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan berskala nasional di daerah itu yakni MTQ Nasional 2006, Utsawa Dharma Gita Nasional 2008 dan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) nasional 2010.

Selain itu katanya, ada beberapa rumah ibadah yang berdiri berdampingan seperti gereja dan masjid di Kendari dan Baubau menunjukkan betapa toleransi kehidupan beragama di Sulawesi Tenggara.

"Bukan hanya slogan, tapi senantiasa betul-betul kedepankan bagaimana rasa persaudaraan untuk selalu harga menghargai dalam beribadah dan melaksanakan keyakinan masing-masing," katanya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Sultra Fesal Musaad, mengatakan salah satu program prioritas Kementerian Agama saat ini adalah moderasi beragama.

Yang ditawarkan Kemenag melalui moderasi gama bukan berarti beragama setengah-setengah, tetapi tidak berlebihan, pengurangan kekerasan, pengurangan keekstreman dalam menjalankan dan memahami agama.

Mengapa moderasi beragama perlu digaungkan katanya, supaya bisa disamakan persepsi diantara semua pihak, sehingga jangan ada yang membenturkan antara agama dan kearifan budaya lokal.

"Kearifan lokal masyarakat Sultra harus dipelihara sebagai benteng moderasi beragama atau kerukunan beragama, ada adat Tolaki, adat Buton, adat Muna adat Moronene dan berbagai suku yang ada di Sultra. Adat istiadat itu merupakan kearifan lokal yang harus kita lestarikan sepanjang masa karena dapat digunakan untuk meredam konflik akibat kesenjangan sosial," katanya.

Menurut dia, saat sebagian elemen masih disibukkan menolak pemimpin yang beda agama, ada orang yang mengatasnamakan agama ingin menggantikan ideologi negara yang sudah menjadi kesepakatan bersama Bangsa.

"Yang sangat dikuatirkan adalah isu jihad agama untuk mengkafirkan sesama bahkan bisa untuk membunuh sehingga kasus-kasus sepertinya harus kita renungkan secara bersama-sama, harus kita hentikan dengan cara kita merubah sikap masyarakat yang keras menjadi lunak, menjadi toleran dan moderat serta tidak berlebihan menuju provinsi Sultra yang aman, rukun, damai, sejahtera dan bermartabat," katanya.

Baca juga: PBNU ingatkan penyerangan di Mabes Polri PR besar bangsa Indonesia

Pertahanan luar
Semenjak adanya bom bunuh di Gereja Katedral Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang dilakukan oleh pasangan muda dan serangan di Markas Besar Polri yang diduga dilakukan oleh teroris, maka pihak kepolisian baik di pusat hingga daerah melakukan pengamanan ketat.

Salah satunya dilakukan jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) menerapkan pengamanan ketat setelah aksi teroris yang menyasar Mabes Polri, Rabu petang.

Kapolda Sultra Irjen Pol Yan Sultra Indrajaya Kendari, Rabu malam, menyebutkan pengamanan markas kepolisian jajaran Polda Sultra diperketat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Mulai malam ini pengamanan Mako Polda Sultra, polres, polsek jajaran diperketat," tulis Kapolda Sultra melalui pesan whatsapp yang diterima ANTARA.

Kepolisian mengimbau masyarakat tidak panik, namun menyerahkan sepenuhnya penanganan dan pengamanan kepada aparat terkait. Meskipun aksi teror dapat saja menyasar pihak lain atau masyarakat yang tidak bersalah.

"Kita semua dituntut waspada dari pelaku teror. Hari ini faktanya menyerang kantor kepolisian. Boleh jadi sasaran berikutnya lain lagi," kata Kapolda Yan Sultra.

karena itu, ia mengharapkan kepekaan untuk mengetahui atau mengenal setiap orang maupun tamu di lingkungan sekitar tempat tinggal.

"Peran ketua RT, ketua RW, kepala lingkungan, pak lurah/pak kepala desa setempat untuk mengenal warganya sangat penting," ujarnya lagi.

Selain itu, polisi di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) melakukan patroli di daerah perbatasan antara Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mempersempit gerak aksi terorisme.

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas Polres Kolaka Utara Kompol Irbar saat diwawancara via pesan jejaring dari Kendari, Jumat, mengatakan peningkatan patroli dilakukan usai adanya bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Markas Besar Polri yang diduga dilakukan teroris.

"Patroli ini ditingkatkan pasca (usai) terjadinya aksi bom bunuh diri di (Kota) Makassar dan penyerangan Mabes Polri," katanya.

Ia menyampaikan kegiatan dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan aksi terorisme dan sebagai tindak lanjut atensi pimpinan dalam menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Sitkamtibmas) yang kondusif.

"Patroli dipimpin langsung Kapolsek Tolala. Penjagaan dan pemeriksaan dilakukan di wilayah perbatasan Sultra-Sulsel tepatnya di Desa Lawaki Jaya, Kecamatan Tolala," ujar dia.

Polisi yang membawa senjata dengan memakai rompi anti peluru melakukan pemeriksaan terhadap pengendara baik roda dua dan roda empat, termasuk memeriksa semua barang bawaan yang masuk ke wilayah hukum Polres Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.

"Operasi semacam ini sebenarnya sudah lama dilakukan, tapi semenjak adanya kejadian (bom bunuh diri dan penyerangan Mabes Polri) langsung lebih diperketat lagi," jelasnya.

Kata dia, berdasarkan hasil patroli pihaknya tidak menemukan benda-benda yang mencurigakan ataupun pengendara yang dicurigai akan membahayakan.

Baca juga: Pengamat sebut aksi teror dilakukan untuk membuat ketakutan

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021