Tersangka bisa dikatakan sebagai predator
Bengkayang (ANTARA) - Kasat Reskrim Polres Bengkayang AKP Antonius Trias Kuncorojati mengatakan penanganan kasus tindak asusila terhadap 10 anak di bawah umur di Bengkayang saat ini memasuki tahap penyidikan.

"Sekarang ini sudah tahap penyidikan terhadap pelaku inisial JP, dan terakhir kemarin pemeriksaan saksi ahli," kata AKP Antonius Trias Kuncorojati saat dihubungi di Bengkayang, Kalimantan Barat, Selasa.

Dari hasil pemeriksaan, lanjut dia, tersangka tidak menderita pedofilia. Pelaku dengan sadar melakukan aksi tidak terpuji terhadap anak muridnya di sanggar tari.

"Tersangka bisa dikatakan sebagai predator," kata AKP Antonius.

Baca juga: Kasus asusila Halte SMKN 34 dihentikan

Kasus pertama yang diungkapkan di pertengahan Januari 2021, menurut dia, sangat menonjol. Pertama kali di Bengkayang dengan jumlah korban rata-rata di bawah umur.

"Kami sudah komunikasi dengan Kejari nanti akan diajukan kebiri karena sudah banyak korban, dan rata-rata di bawah umur," katanya.

Antonius juga menyoroti banyaknya kasus kekerasan seksual kepada anak dan pelakunya merupakan orang terdekat

"Ini kurangnya pengawasan orang tua kepada anak. Misalnya, tidak menanyakan ke mana anak pergi, kemudian berapa lama. Saya harap ke depan memang peran orang tua dalam mengawasi anak akan jauh lebih intens demi menekan jumlah kasus yang tiap tahun bertambah," ucapnya.

Antonius menjelaskan bahwa JP merupakan pemilik salah satu sanggar tari di Kabupaten Bengkayang.

Pelaku JP melakukan aksi dengan modus bujuk rayu dengan iming-iming pengobatan alternatif berupa berkunci batin.

Para korban tidak mengetahui apa-apa terkait dengan hal itu. Dalam hal ini, pelaku terus mendesak para korbannya sembari menakut-nakuti dengan mengatakan bahwa setiap korban memiliki penyakit yang harus segera disembuhkan.

Apabila dibiarkan, menurut pelaku, penyakit tersebut bisa bertambah parah seiring dengan berjalannya waktu.

Kepada korban, pelaku mengatakan bahwa penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan di tempat lain.

Baca juga: Kapolresta Mataram persilahkan tersangka asusila AA ajukan penangguhan

"Pelaku mengatakan hal tersebut kepada satu per satu muridnya melalui pesan WhatsApp secara pribadi. Para korban yang merasa takut kemudian mendatangi rumah pelaku untuk melakukan pengobatan berkunci batin,” katanya.

Dalam hal ini, pelaku juga telah mengatur sedemikian rupa jadwal bertemu dengan tiap-tiap korbannya untuk melakukan ritual berkunci batin tersebut. Namun, hal tersebut dilakukan saat istri pelaku sedang tak ada di rumah.

"Untuk manfaatnya sendiri, pelaku mengaku kepada para korban bahwa berkunci batin itu memiliki khasiat untuk mengusir perbuatan jahat seperti santet, sihir, dan sebagainya. Selain itu, pelaku juga memberikan iming-iming dengan berkunci batin adalah untuk menyucikan atau membersihkan badan dari hal-hal kotor," katanya.

Ketika kesempatan itu datang, pelaku mulai menyuruh satu per satu korban untuk datang dan masuk ke rumahnya untuk melakukan ritual berkunci batin.

Adapun caranya adalah korban diminta berdoa sambil memegang beras kuning di depan sebuah pantak (patung kayu belian) yang berada di ruang tamu rumahnya.

Baca juga: Penyidik kaji penerapan unsur pidana kebiri mantan anggota DPRD NTB

Setelah itu, pelaku menghidupkan kemenyan dan dupa sembari korban disuruh menghirup asap tersebut (kemenyan dan dupa) dalam-dalam dengan dalih agar pembersihan badan berjalan lancar.

Setelah itu, korban merasa pusing dan ada ritual lainnya sambil melakukan aksi bejatnya. Pelaku juga mengancam korban agar tak memberi tahu kepada siapa pun terkait dengan ritual berkunci batin tersebut.

"Dalam hal ini, pelaku menakut-nakuti korban apabila disebarluaskan, penyakit tersebut akan datang kembali dan kemaluan setiap korbannya akan membusuk," katanya.

Pewarta: Dedi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021