Jakarta (ANTARA) - Ragam peristiwa politik terjadi di Indonesia, Rabu (24/3), mulai dari rapat dengar pendapat antara Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membahas rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, kemudian sidang gugatan politisi Jhoni Allen melawan tiga pengurus pusat Partai Demokrat, sampai berbagai diskusi membahas wacana Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang salah satunya mempersoalkan penambahan masa jabatan presiden.

Berikut ini lima berita politik menarik pilihan ANTARA:

1. PPATK minta dukungan DPR soal RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae meminta Komisi III DPR untuk mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Menurut dia, Pemerintah sudah satu suara untuk mendukung kedua RUU tersebut, sehingga perlu dukungan penuh legislatif agar segera dibahas dan disahkan menjadi UU.

Selengkapnya baca di sini.

2. DPR minta PPATK koordinasi prioritaskan bahas RUU Perampasan Aset

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk segera memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

“Komisi III DPR mendukung Kepala PPATK untuk berkoordinasi dengan Kemenkumham, agar dapat segera memprioritaskan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal," kata Adies saat membacakan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Kepala PPATK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Selengkapnya baca di sini.

3. Ketua F-Partai NasDem MPR RI: Belum ada kebutuhan amendemen UUD 1945

Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI Taufik Basari berpendapat belum ada kebutuhan mengamendemen pasal-pasal dalam UUD NRI Tahun 1945, khususnya penambahan masa jabatan presiden dan penetapan PPHN sebagai pengganti GBHN.

“Kami melihat terkait wacana (penambahan) masa jabatan presiden, belum ada kebutuhan yang mendasar atau mendesak. Dua kali masa jabatan itu sudah cukup demokratis, dan baik bagi kondisi bangsa kita," kata Taufik Basari saat menjadi pembicara pada sesi diskusi bertajuk Membedah Wacana atas Amendemen Terbatas UUD NRI Tahun 1945 yang diadakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu.

Selengkapnya baca di sini.

4. Ahli politik UI pertanyakan motif di balik wacana amandemen UUD 1945

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof Valina Singka pada sebuah sesi diskusi bersama beberapa praktisi dan politisi mempertanyakan motif kelompok tertentu yang menyebar wacana amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke publik.

Ia berpendapat keinginan mengubah pasal-pasal pada konstitusi negara harus didorong oleh kebutuhan menyelesaikan masalah yang saat ini dihadapi oleh masyarakat.

“Itu harus jelas, bagian mana yang diusulkan (untuk) diamandemen dan alasannya. Itu yang harus dikejar. Bagian mana dan apa alasannya," kata Prof Valina saat sesi bedah wacana Amandemen Terbatas UUD 1945 yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar 12 sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.

Selengkapnya baca di sini.

5. Kuasa hukum Demokrat: Gugatan Jhoni Allen terhadap pengurus prematur

Kuasa hukum yang mewakili Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menyebut gugatan Jhoni Allen terhadap tiga pengurus partai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat masih terlalu dini atau prematur.

Sekretaris Tim Advokasi DPP Partai Demokrat Muhajir melalui pesan tertulis yang diterima, di Jakarta, Rabu, berpendapat Jhoni terlalu cepat melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sementara keberatan terhadap pemecatan seharusnya diadili oleh Mahkamah Partai.

Selengkapnya baca di sini.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021