Naypyidaw (ANTARA) - Militer Myanmar menuduh para demonstran ranti junta melakukan pembakaran dan kekerasan, hingga mengakibatkan 164 pengunjuk rasa tewas dalam tindakan yang brutal itu.

"Mereka juga warga kami," kata juru bicara junta Zaw Min Tun dalam konferensi pers di Ibu Kota Naypyidaw, Selasa.

Meskipun menyatakan kesedihan atas banyaknya korban jiwa, Zaw Min Tun menyalahkan aksi unjuk rasa yang juga menewaskan sembilan anggota pasukan keamanan.

"Bisakah kita menyebut mereka pengunjuk rasa damai? Negara atau organisasi mana yang menganggap kekerasan ini damai?", kata dia, sambil menunjukkan video beberapa pabrik yang terbakar.

Dia mengatakan pemogokan dan rumah sakit yang tidak beroperasi sepenuhnya telah menyebabkan kematian, termasuk akibat COVID-19. Ia juga menyebut para pengunjuk rasa "tidak pantas dan tidak etis".

Junta telah mencoba untuk membenarkan kudeta yang mereka lancarkan pada 1 Februari 2021, dengan mengatakan bahwa pemilu pada November 2020 yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi adalah kecurangan.

Para pemimpin militer telah menjanjikan pemilu ulang, tetapi belum menetapkan tanggal. Mereka telah menetapkan keadaan darurat selama satu tahun di negara itu.

Zaw Min Tun juga menuduh "berita palsu" di media telah menyulut kerusuhan dan mengatakan wartawan dapat dituntut jika mereka berhubungan dengan CRPH, sebutan setempat bagi sisa pemerintahan  Suu Kyi. Militer telah menyatakan komite parlementer yang didominasi anggota partai NLD itu sebagai organisasi ilegal.

Dia memberikan perincian atau soal bagaimana NLD telah menciptakan ratusan atau bahkan ribuan surat suara tambahan di banyak kota dengan menciptakan pemilih, termasuk di daerah pemilihan Suu Kyi sendiri. Video orang-orang yang mengatakan bahwa mereka dibayar oleh perwakilan NLD ditampilkan pada konferensi pers.

Juga diperlihatkan kesaksian video mantan menteri utama Yangon Phyo Min Thein, yang mengatakan dia mengunjungi Suu Kyi beberapa kali dan memberi uang "kapan pun diperlukan".

Suu Kyi, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian atas kampanyenya untuk mewujudkan pemerintahan sipil yang demokratis di Myanmar, telah ditahan hingga saat ini. Pengacaranya mengatakan tuduhan yang dialamatkan kepada Suu Kyi dibuat-buat.

Sementara itu, kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan sedikitnya 261 orang tewas akibat tindakan keras oleh pasukan keamanan selama unjuk rasa anti kudeta.

Tiga orang tewas di kota kedua Myanmar, Mandalay, dalam kerusuhan pada Senin (22/3), termasuk seorang remaja laki-laki, menurut saksi mata dan laporan berita.

Pasukan keamanan pada Senin malam melancarkan lebih banyak penggerebekan di beberapa bagian Yangon, termasuk dengan tembakan. Beberapa orang terluka, lapor kantor berita Mizzima.


Sumber: Reuters

Baca juga: PBB cari bukti yang hubungkan militer Myanmar dengan kejahatan

Baca juga: Militer Thailand bantah pasok beras ke tentara Myanmar

Baca juga: EU akan beri sanksi pada 11 orang yang terlibat kudeta Myanmar


 

Presiden Jokowi desak kekerasan di Myanmar segera dihentikan

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021