Jakarta (ANTARA) - Sejak dilanda pandemi COVID-19 pada 2020, sektor pariwisata Indonesia terpukul telak. Salah satu penopang sektor perekonomian di Tanah Air ini mendadak "ambruk" karena mobilitas terbatas dan ancaman kesehatan nyata dan berdampak krusial akibat penularan COVID-19 yang makin "menjadi-jadi".

Keadaan itu menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri dan mancanegara ke berbagai daerah di Indonesia menjadi menurun drastis.

Terjadi penurunan signifikan sebesar 89,22 persen untuk jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia bulan Agustus 2020 dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada Agustus 2019.

Pada periode Januari–Agustus 2020 saja, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun tajam sebesar 68,17 persen atau hanya mencapai 3,41 juta kunjungan dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman sebesar 10,71 juta kunjungan pada periode yang sama tahun 2019.

Sedangkan pada Agustus 2020, hanya ada 163,19 ribu kunjungan wisman ke Indonesia, yang mana angka tersebut turun menjadi 153,50 ribu kunjungan wisman pada September 2020. Artinya ada penurunan sebesar 5,94 persen dalam jangka waktu sebulan itu.

Jumlah kunjungan wisman juga tak kunjung naik di November 2020, justru makin turun, yang mana terjadi penurunan sebesar 86,31 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada November 2019.

Sementara pada Desember 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisman hanya mencapai 164.000 orang, yang sebenarnya bukan untuk berwisata, melainkan untuk tujuan bisnis, tugas dan misi tertentu.

Takut dengan penularan COVID-19 yang bisa menyebabkan kematian ini, orang-orang membatasi diri untuk melakukan perjalanan atau bepergian antar area, daerah, provinsi bahkan negara.

Dengan sepinya kunjungan baik wisatawan dalam dan luar negeri, perlahan sektor pariwisata menjadi kurang produktif.

Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sektor pariwisata harus didorong bangkit dan tumbuh subur lagi.

Sementara nikmatnya wisata hanya bisa dirasakan melalui pengalaman langsung di lapangan sehingga mampu berpergian dengan aman dan nyaman menjadi pilihan utama masyarakat.

Untuk mewujudkannya, tentu harus ada upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berwisata kembali dengan cara yang nyaman dan aman.

Maka dari itu, diperlukan inovasi untuk menjawab kebutuhan akan penapisan atau skrining COVID-19 sehingga membuat orang memiliki rasa aman ketika ingin berwisata karena tahu berada di antara orang-orang yang lulus skrining COVID-19 atau negatif COVID-19.

Skrining COVID-19 yang akurat menjadi kebutuhan krusial jika ingin membangkitkan sektor pariwisata. Dalam hal ini, optimalisasi penggunaan GeNose C19 diharapkan dapat memainkan perannya untuk mendeteksi keberadaan COVID-19 dengan cepat di antara masyarakat termasuk mereka yang melakukan wisata.

GeNose C19 atau Gadjah Mada Electronic Nose bekerja dengan memindai embusan nafas seseorang menggunakan kecerdasan artifisial. Alat inovasi Universitas Gadjah Mada ini memberikan akurasi 95-97 persen dan sudah diuji validasi dengan membandingkannya dengan tes COVID-19 berbasis metode polymerase chain reaction (PCR).

Selain menawarkan akurasi tinggi, alat tersebut juga memiliki keunggulan yakni proses skrining yang mudah untuk diaplikasikan karena orang cukup mengembuskan nafas ke alat penampung, lalu dilakukan pemindaian terhadap embusan nafas itu untuk mendeteksi infeksi COVID-19 dalam tubuh.

Di sisi lain, GeNose C19 memberikan kenyamanan saat pemeriksaan karena hidung seseorang tidak perlu dicolok-colok atau diambil spesimen dari bagian tenggorokannya.

Keunggulan berikutnya adalah hasil pemeriksaan yang bisa diperoleh dengan cepat karena GeNose C19 hanya memerlukan waktu kurang dari tiga menit untuk memberikan hasil negatif atau positif COVID-19.

Alat itu juga tergolong terjangkau dan bisa menawarkan biaya tes yang murah karena dengan sekitar Rp60 juta mampu membeli satu GeNose C19. Satu unit alat itu mampu melakukan 100.000 kali pemeriksaan sampel. Di Stasiun Pasar Senen saja, penumpang hanya perlu mengeluarkan uang senilai Rp20 ribu untuk mendapat tes COVID-19 menggunakan GeNose C19.

Alat tersebut juga telah mendapat izin edar untuk penggunaan darurat (emergency use authorization) dari Kementerian Kesehatan pada 24 Desember 2020. Sehingga tak perlu diragukan lagi keandalan alat itu.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan tujuan pemanfaatan GeNose C19 adalah mencegah orang positif COVID-19 berada di antara kita sehingga penguatan skrining menjadi kuncinya.

Seluruh industri pariwisata bisa menggunakan alat tersebut untuk deteksi dini COVID-19.

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional itu menginginkan sektor pariwisata bisa mendayagunakan GeNose C19 untuk mulai menghidupkan kembali kegiatan pariwisata yang nyaman dan aman. Alat itu bisa dipakai sebagai salah satu instrumen pemulihan ekonomi terutama untuk menjamin keadaan sehat saat pergi berwisata atau masuk ke tempat wisata.

Baca juga: Kemkes: Pemanfaatan GeNose bagi pariwisata disertai protokol kesehatan

Baca juga: Tips sebelum dan saat tes GeNose C19 untuk tingkatkan akurasi


GeNose C19 bisa digunakan tidak hanya untuk melakukan penapisan COVID-19 terhadap orang yang berwisata atau tamu hotel tapi dapat digunakan oleh pihak hotel, penginapan, pengelola tempat wisata dan institusi atau pihak lain terhadap para karyawannya.

Dalam peluncuran GeNose C19 untuk kepariwisataan Indonesia di Jakarta, Asosiasi pariwisata Indonesia memberikan dukungan untuk mempromosikan dan memanfaatkan GeNose C19 untuk kepariwisataan Indonesia dengan melakukan penandatanganan nota dukungan.

Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Perdagangan mendukung baik hal itu.

Asosiasi pariwisata yang memberikan dukungan tersebut antara lain Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia, Masyarakat Sadar Wisata, Insan Pariwisata Indonesia, Federasi Olahraga Kreasi Budaya Indonesia, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Indonesia Tourism Forum, dan Jakarta Tourism Forum.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono menuturkan berbagai inovasi telah dilakukan oleh anak bangsa dan pencapaian yang dilakukan itu harus diberikan apresiasi sebagai bentuk dukungan kebangkitan inovasi dan keberpihakan terhadap pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri.

GeNose C19 merupakan alat penginderaan elektronik cerdas yang terdiri atas tiga bagian utama yaitu sistem larik sensor, sistem akuisisi data termasuk sistem aliran udara, dan sistem pengenalan pola berbasis kecerdasan buatan untuk mendeteksi, membedakan dan mengklasifikasi sampel berdasarkan bau atau aromanya.

Tujuan penggunaannya adalah sebagai alat skrining cepat infeksi SARS-CoV-2 melalui embusan nafas pasien COVID-19.

Alat kesehatan GeNose C19 telah melalui tahapan preklinik di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) untuk uji performa dan keandalannya dan uji klinis sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2017 tentang Cara Uji Alat Kesehatan yang Baik.

GeNose C19 juga telah mendapatkan izin edar dengan nomor AKD 20401022883 berdasarkan hasil evaluasi uji klinik yang dilakukan oleh tim evaluasi uji klinik alat kesehatan Kementerian Kesehatan.

Salah satu inovasi karya anak bangsa yang menjadi unggulan dan yang pertama di dunia, GeNose C19 diharapkan mampu menggeliatkan kembali sektor perekonomian yang terpuruk.

Pemanfaatan optimal GeNose C19 di sektor pariwisata diharapkan dapat mendorong percepatan penapisan COVID-19 dengan akurasi tinggi dan perolehan hasil pemeriksaan yang cepat sehingga memudahkan orang-orang berwisata dengan nyaman dan aman.

Baca juga: GeNose C19 diharapkan digunakan pada transportasi udara

Baca juga: Kemristek dukung peningkatan produksi GeNose untuk kebutuhan Indonesia


 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021