Surabaya (ANTARA) - Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari "Professor Nidom Foundation" (PNF) Prof dr Chairul Anwar Nidom meminta pemerintah mengecek terbentuknya antibodi pada masyarakat setelah menerima suntikan vaksin COVID-19 untuk memastikan vaksin tersebut efektif.

Dihubungi di Surabaya, Rabu, Nidom mengatakan target pemerintah sejauh ini hanya menyuntik, bukan memantau apakah antibodi sudah terbentuk setelah pelaksanaan vaksinasi.

"Para tenaga kesehatan yang suntik kedua kali harus tahu antibodinya berapa, jadi semisal sebulan lagi antibodinya turun harus minta vaksinasi lagi. Karena jumlah antibodi setiap individu berbeda," ujarnya.

Untuk memastikan tidak ada virus usai dilakukan vaksinasi, ia menyarankan masyarakat terlebih dahulu terbebas dari virus.

Baca juga: Setelah divaksin, Bupati Nunukan akui kondisi tubuhnya normal

Baca juga: Menlu RI: negara MIKTA harus serukan kesetaraan vaksin bagi semua


"Karena bisa saja orang divaksin belum bersih dan usai divaksin justru ada virus. Maka, setelah vaksinasi kedua harus ada pengecekan antibodi apakah sudah terbentuk atau belum melalui cek laboratorium," ucapnya.

Selain itu, Prof Nidom meminta masyarakat mewaspadai mutasi virus COVID-19, sebab meskipun antibodi sudah terbentuk setelah divaksin, belum tentu bisa melawan virus yang sudah bermutasi.

Ia mencontohkan sifat antibodi yang terbentuk dari vaksin tidak bisa membuat reaksi silang, jadi vaksin untuk melawan virus A, tidak bisa melawan virus A+1 .

"Selain mutasi berdampak pada efektivitas vaksinasi, juga sebaliknya vaksinasi bisa memicu terjadinya mutasi pada virus," katanya.

Protein S (Spike) virus COVID-19, kata dia, sebagai pengantar masuknya virus ke sel manusia telah menjadi target utama pengembangan vaksin sekaligus analisis mutasi virus.

Pola mutasi protein S yang terjadi sampai dengan tanggal 12 Januari 2021 meliputi A222, S477, D614, Q677 juga telah dituangkan dalam publikasi ilmiah oleh Grup Peneliti PNF.

Nidom mengungkapkan Tim PNF telah mengidentifikasi mutasi D614G yang ditemukan pada 103 isolat di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur.

"Data penyebaran Virus COVID-19 ini beserta mutasi Iainnya, dapat dijadikan sebagai informasi dasar dalam membandingkan pola mutasi, yang selanjutnya dapat digunakan untuk kebijakan tindakan pencegahan dan konstruksi vaksin berbasis isolat lokal," katanya.

Ia pun menegaskan vaksin bukan satu-satunya intervensi untuk menekan kejadian COVID-19.

Intervensi nonmedis, kata Nidom, juga harus tetap dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan yaitu dengan menjalankan 5-M.

"Intervensi medis maupun nonmedis merupakan bagian penting yang harus dilakukan secara terukur untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia," tutur dia.*

Baca juga: China akan sediakan 10 juta dosis vaksin COVID untuk insiatif COVAX

Baca juga: Dinkes Garut: Nakes pingsan setelah divaksin diduga karena kelelahan

Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021