Palu (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Tadulako (Untad) Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Dr. Slamet Riyadi Cante, M.Si menilai wacana dan gagasan penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia merupakan kemunduran cara berfikir.

"Ini merupakan pemikiran mundur dalam kerangka mendorong profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN)," katanya di Kota Palu, Rabu.

Pengurus Pusat Indonesian Association for Public Administration (IAPA) itu menjelaskan keberadaan KASN justru sangat bermanfaat dalam kerangka melakukan pengawasan terhadap kerja ASN dan peran kepala daerah dalam melaksanakan promosi dan rotasi jabatan yang cenderung tidak berdasarkan merit system (profesional) tetapi lebih cenderung dengan pola spoil system (koneksi politik).

“Seharusnya peran KASN lebih diperkuat sampai ke level daerah, bukan sebaliknya ingin dihapuskan,”ujarnya.

Baca juga: Rombak pejabat, Bupati Bogor tegaskan ASN serius tangani pandemi

Baca juga: Raih penghargaan, Kemenperin dinilai jalankan manajemen ASN


Menurutnya, rencana tersebut menunjukkan kurangnya komitmen dan konsistensi para pengambil kebijakan, utamanya DPR RI dalam membangun profesionalisme ASN jika wacana itu ditindaklanjuti.

Bahkan terkesan ingin melegalkan praktik jual beli jabatan karena ketiadaan KASN sebagai lembaga yang mengawasi dan mengawasi kerja-kerja para ASN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Idealnya DPR RI menolak gagasan ini demi kepentingan publik karena peran KASN sangat penting bahkan mesti lebih diperkuat lagi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal mengusulkan penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam lima poin pandangan Komisi II DPR RI terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

"Tiga, penghapusan lembaga KASN. Fungsi tugas dan wewenang Komisi Aparatur Sipil Negara pada Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang ASN dihapus, untuk selanjutnya dilekatkan kembali kepada Kementerian," kata Syamsurizal dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/1).

Rapat kerja tersebut dihadiri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Eddy Hiariej.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI pengganti Arwani Thomafi yang saat ini menjadi Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu mempertanyakan urgensi KASN di depan para menteri tersebut.

Ia mengatakan di dalam UU ASN, KASN ditunjuk menjadi lembaga non-struktural yang mengawasi pelaksanaan norma dasar kode etik dan kode perilaku ASN serta penerapan sistem merit dalam manajemen ASN.

"Persoalannya, menurut ketentuan KASN (dalam UU ASN) ini, terletak pada urgensinya. Penjelasan UU ASN sama sekali tidak menjelaskan pentingnya pembentukan lembaga non-struktural dibandingkan misalnya dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang pengawasan dan penjatuhan sanksi yang selama ini dijalankan oleh Kementerian PAN-RB," kata Syamsurizal.

Ia menambahkan apabila Kementerian PAN-RB merasa tugas, wewenang, dan fungsi yang dimiliki selama ini tidak berjalan secara baik, maka tidak serta merta solusinya membentuk lembaga baru.

"Melainkan, pertama-tama dengan penguatan serta perbaikan kinerja, koordinasi, dan akuntabilitas dari Kementerian," kata Syamsurizal.*

Baca juga: Wapres: 524 instansi Pemerintah perlu pembinaan sistem merit

Baca juga: Sulsel jadi provinsi pertama terapkan merit system untuk manajemen ASN

Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021