distribusi lebih awal sebagai bagian dari manajemen penanganan bencana
Kupang (ANTARA) - Bagi masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 12 Desember 1992 dan menguncang pulau Flores tak akan pernah dilupakan.

Gempa dengan magnitudo 7,5 skala richter (SR) meluluhlantahkan rumah-rumah warga, bangunan lainnya serta membuat beberapa kampung warga di pesisir pantai tenggelam.

Indonesia memang kerap dirundung oleh bencana alam, yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian material bagi mereka yang terkena dampak langsung atas bencana itu.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini bahwa NTT waspada dengan banjir ROB di wilayah pesisir akibat adanya cuaca ekstrem di perairan provinsi berbasis kepulauan itu.

Masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berada di wilayah-wilayah seperti pesisir utara Pulau Flores, pesisir selatan Pulau Sumba, pesisir utara Pulau Timor dan Rote, pesisir Pulau Sabu dan Pulau Raijua diimbau untuk mewaspadai akan hal ini.

Cuaca ekstrem ini juga dapat berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di pelabuhan.

Dalam beberapa pekan terakhir curah hujan sangat tinggi sedang terjadi di wilayah NTT. Selain hujan, angin kencang serta petir juga masih terus terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

BMKG memprediksi hujan dengan intensitas yang tinggi, angin disertai petir masih terus terjadi di wilayah NTT selama bulan Februari ini dan sampai dengan saat ini curah hujannya disebut masih normal.

"Normal artinya bahwa saat ini seluruh wilayah di NTT ini sudah masuk musim hujan. Walaupun ada beberapa daerah yang intensitas curah hujannya tinggi tetapi ada yang sedang," kata Kepala BMKG Stasiun Meterologi El Tari Agung Sudiono Abadi.

Hujan dengan intensitas yang tinggi juga dapat menimbulkan longsor dimana-mana. Khusus untuk wilayah NTT longsor saat ini terjadi di Kota Kupang yang berujung pada meninggalnya sepasang suami istri yang baru saja menikah.

Longsor juga terjadi di beberapa wilayah lain di NTT seperti di Manggarai Barat dan beberapa daerah lainnya namun tak menimbulkan korban jiwa namun hanya menimbulkan tertutupnya sejumlah ruas jalan negara di pulau Flores yang pada akhirnya bisa diatasi dengan baik.

Menurut Agung semua yang disebutkan di atas bagian dari bencana hidrometeorologi. Namun jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia BMKG menyatakan bahwa bencana hidrometeorologi di NTT tidak terlalu signifikan karena memang curah hujan di NTT sudah merata dengan baik.

Tetapi masyarakat juga diharapkan tetap mewaspadai bencana hidrometeorologi yang bisa saja menimbulkan korban jiwa.

Baca juga: Respons cuaca ekstrem, Bupati-wali kota NTT diingatkan siaga bencana

Baca juga: Ratusan warga di Kota Kupang dievakuasi hindari longsor



Peran Pemerintah Daerah

Bencana Hidrometeorologi bisa terjadi dimana saja di NTT dan bisa juga menimbulkan korban jiwa. Terhitung sudah tiga orang dikabarkan meninggal dunia akibat longsor di kota Kupang dan juga bencana banjir bandang di Sikka beberapa waktu lalu.

Lalu bagaimana peran pemerintah daerah dalam mencegah agar tidak ada korban jiwa yang muncul saat terjadinya bencana tersebut?

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur Thomas Bangke mengatakan pemerintah NTT melalui surat keputusan gubernur NTT Viktor B Laiskodat sebenarnya sudah menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi di provinsi itu sejak Desember 2020.

Keputusan ini berlaku hingga Juni 2021 mengingat saat memasuki musim peralihan musim juga seperti tahun-tahun sebelumnya masih ada bencana seperti puting beliung yang melululantahkan rumah warga.

Seluruh bupati/walikota di 22 kabupaten/kota diharapkan untuk selalu siap siaga mengantisipasi terjadinya bencana alam di daerahnya. Antisipasi tersebut dilakukan dengan cara membangun posko 24 di setiap kabupaten.

Tak hanya itu seluruh kepala daerah di NTT juga diminta untuk menyiapkan logistik dan peralatan melalui koordinasi antarpelaku . Yang artinya bahwa dalam penanganan bencana hidrometeorologi seluruh pihak harus dilibatkan.

Thomas mengatakan pendistribusian bantuan seperti logistik ke sejumlah daerah yang masuk dalam kawasan rawan bencana juga sudah dilakukan sebelum musim penghujan.

"Kita distribusi lebih awal sebagai bagian dari manajemen penanganan bencana," katanya.

Berbagai logistik yang sudah didistribusikan tersebut antara lain seperti beras serta bahan kebutuhan pokok yang bisa tahan lama. Namun pendistribusian itu dilakukan sebagian saja yakni pada dasarian satu.Proses pendistrbusian logistik lanjutan akan kembali dilakukan pada Februari ini hingga Maret 2021 yakni pada dasarian dua dan tiga.

BPBD Provinsi NTT sendiri juga telah menyiapkan anggaran yang disebut oleh Thomas memadai untuk penanganan bencana di seluruh wilayah di NTT. Namun menurut dia setiap kabupaten tentunya memiliki anggaran tersendiri dan berbeda-beda untuk penanganan bencana di daerahnya masing-masing.

Kepala BPBD Flores Timus Alfonsus Betan mengatakan bahwa setiap tahun anggaran untuk penanggulangan bencana berbeda-beda. Untuk tahun ini pihaknya belum mendapatkan anggaran alokasi.

Oleh karena itu terpaksa BPBD setempat hanya bisa menggunakan anggaran tak terduga yang kemudian diusulkan ke bagian keuangan untuk dicairkan jika ada bencana di daerah itu.

Baca juga: Dua warga meninggal akibat tanah longsor di Kota Kupang

Terlambat

Penanganan bencana di Nusa Tenggara Timur disebut terlambat menurut Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa. Menurut dia Pemerintah NTT dinilai menghiraukan imbauan atau peringatan dini dari BMKG yang sejak awal sudah menyampaikan bahwa NTT rawan akan bencana hidrometeorologi.

"Sebenarnya pemerintah NTT ini terlalu terlambat, karena informasi dari BMKG itu sudah jauh-jauh hari sudah diperingatkan bahwa peringatan cuaca ekstrem di NTT ini sangat tinggi," tutur dia.

Saat ini, menurut dia ada beberapa daerah yang cukup menerima dampak dari bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kota Kupang yang berujung pada meninggalnya sepasang suami istri beberapa pekan yang lalu.

Ia mengkritik pemerintah daerah yang menghiraukan peringatan dini dari BMKG sehingga berujung pada bencana yang kemudian menimbulkan korban jiwa. Jika peringatan dini tersebut diikuti dan mulai melakukan evakuasi warga yang berada di kawasan rawan bencana maka otomatis tak akan ada korban jiwa.

NTT sendiri memiliki Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) yang menurut dia memiliki teknologi yang bisa mendeteksi kawasan yang rawan akan bencana di musim penghujan seperti saat ini.

Oleh karena itu, perlu dimanfaatkan sehingga bermanfaat peralatan yang sudah didatangkan tersebut.

Komisi V DPRD NTT  akan bertemu dengan pemerintah provinsi untuk membahas soal masalah bencana ini untuk mencegah munculnya korban jiwa saat bencana hidrometeorologi.

Penanganan bencana di NTT perlu kerja sama semua pihak, tidak hanya pemerintah saja, artinya masyarakat juga diminta untuk waspada dengan bencana hidrometeorologi serta mempercayakan peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG dengan peduli dan sunguh-sungguh sehingga tidak sampai menimbulkan korban jiwa.

Baca juga: BNPB kembangkan aplikasi cek posisi untuk Gunung Ili lewotolok

Baca juga: NTT siagakan 4.665 relawan tangguh bencana hadapi cuaca buruk

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021