Jakarta (ANTARA) - Guru besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Prof. Hariadi Kartodiharjo mengatakan perlunya kontrol lebih ketat atau pengawasan terhadap realisasi dari izin pemanfaatan sumber daya alam.

"Pengelolaan sumber daya alam (SDA) boleh dibilang sejak Tahun 70-an hingga sekarang tidak berubah, sistem perizinan sama, bahkan orang bisa memberikan izin, jelas-jelas tanpa bisa mengontrol," kata Hariadi dalam diskusi virtual tentang kaitan banjir berulang dengan permasalahan tata kelola, yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Memang, kata guru besar bidang kebijakan kehutanan itu, izin yang dikeluarkan telah sesuai dengan regulasi, tapi masih belum ada kemampuan untuk mengontrol pelaksanaan izin tersebut.

"Sehingga izin itu menjadi sebuah ruang dan alat administrasi saja, prosedur biasa," ujarnya.

Hal seperti itu, menurutnya, sudah kerap terjadi sebagai tindakan pragmatis di lapangan. Semua itu juga menunjukkan telah terjadi pencampuradukan antara berbagai kepentingan.

"Sehingga proses legalitas, kalau dihubungkan dengan tata ruang, itu perlu sekali pencermatan," kata Hariadi dalam diskusi yang diprakarsai Thamrin School of Climate Change and Sustainability itu.

Hariadi sendiri menyebut permasalahan banjir berulang yang terjadi di beberapa daerah, dengan baru-baru ini terjadi di Kalimantan Selatan, adalah akumulasi dari permasalahan tata ruang yang sudah terjadi dalam kurun waktu lama.

Faktor perubahan tata ruang sebagai penyebab banjir, terjadi dengan tidak seketika, tapi terakumulasi dari waktu ke waktu. Karakteristik dari lokasi bencana tersebut juga sangat spesifik sehingga satu faktor saja bisa berpengaruh di sana.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) Soelthon Gussetya Nanggara menyebut banjir berulang tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tapi ada beberapa isu lain yang seharusnya juga menjadi perhatian berbagai pemangku kepentingan.

"Akumulasi kerusakan kita jelas terjadi, tapi kita tidak pernah menghitung kemudian dampaknya," ujar Soelthon.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021