Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah memperbaiki tata laksana teknis karantina bagi warga negara Indonesia (WNI) yang baru saja melakukan perjalanan dari luar negeri.

Mufida menemukan fakta di lapangan tidak tepatnya pemberian fasilitas karantina dan tes usap PCR gratis yang diperuntukkan bagi WNI setiba di Bandara Soetta dari perjalanan luar negeri.

"Sudah ada dalam Keputusan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 No 6/2001 siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas karantina gratis, yakni pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau WNI yang secara ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan Surat Pernyataan Tidak Mampu (SPTM)," kata Mufida dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Mufida pun langsung mendatangi tempat karantina mandiri bagi WNI yang pulang ke Tanah Air di wilayah Tangerang, Banten, karena berdasarkan laporan yang diterimanya ternyata banyak WNI yang langsung diberikan formulir SPTM untuk diisi dan tanda tangan.

Baca juga: Terdapat 2.601 WNI dari luar negeri jalani karantina di Jakarta

"Temuan ini menunjukkan ada fakta tidak tepatnya sasaran penggunaan dana untuk karantina mandiri dan telah terjadi ketidakadilan implementasi kebijakan. Jika semua penumpang dibawa dan diberikan formulir SPTM berarti semua WNI yang pulang ke Indonesia dianggap tidak mampu dan diberikan subsidi biaya karantina mandiri. Ini harus dievaluasi dan diperbaiki segera," tegasnya.

Menurut dia, klasifikasi pelaku perjalanan luar negeri sudah bisa dilakukan sejak awal dari data visa sehingga jangan sampai salah implementasi kebijakan di saat tiba di bandara.

Temuan lain di lapangan, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, adanya keanehan PCR yang harus dilakukan dua kali pada penumpang yang menjalani karantina.

Saat sebelum terbang ke Indonesia, penumpang WNI sudah melakukan tes PCR sebagai syarat naik pesawat, kata dia, kemudian ketika tiba di bandara harus tes PCR lagi di lokasi karantina, dan selang tiga hari sebelum pulang ke rumah harus PCR lagi.

Baca juga: 5.309 WNI dari luar negeri jalani isolasi di sejumlah lokasi karantina

"Bagaimana mungkin seseorang, harus menjalani tiga kali PCR dalam hitungan sepekan? Sangat tidak logis dan menurut saya berpotensi iritasi pada hidung. Belum lagi aspek psikologi dan biaya yang harus ditanggung oleh APBN maupun pribadi penumpang. Ini sangat aneh. Harus diperbaiki kebijakan ini," ujarnya.

Oleh karena itu, Mufida mengingatkan perlu ada perbaikan terkait tata laksana karantina tersebut mulai dari penyaringan sejak sebelum WNI mendarat di Tanah Air hingga fasilitas karantina dan tes usap PCR gratis agar diberikan kepada yang layak menerima sesuai aturan.

Mufida juga meminta agar koordinasi antar-instansi benar-benar diperbaiki, apalagi pada berbagai kesempatan telah disampaikannya tentang terlalu banyak stakeholder dan kuatnya ego sektoral dalam mitigasi pandemi COVID-19.

Ia memastikan DPR akan mendukung langkah penanggulangan COVID-19 jika dilakukan secara transparan, solutif dan adil.

"Kami pastinya mendukung kebijakan yang transparan, solutif, positif dan adil bagi semua masyarakat dalam mitigasi pandemi yang berat ini," katanya.

Baca juga: Dinkes Lampung minta masyarakat dari luar daerah karantina mandiri

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021