Washington (ANTARA) - Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Kuba, Jumat (15/1), karena lembaga itu dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius.

AS, pada hari-hari terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump, telah menjatuhkan beberapa sanksi ke negara-negara asing, di antaranya Kuba dan Iran.

Departemen Keuangan AS, melalui pernyataan tertulisnya, menyebut otoritas di Kuba telah menahan seorang tokoh oposisi pemerintah, Jose Daniel Ferrer. Ferrer diyakini ditahan dalam penjara yang dikendalikan oleh Kementerian Dalam Negeri Kuba.

AS mendapat laporan bahwa Ferrer telah dipukuli dan disiksa oleh aparat.

"Amerika Serikat akan menggunakan seluruh perangkat yang ada untuk mengatasi masalah pelanggaran hak asasi manusia serius di Kuba dan negara lain di seluruh dunia," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sebagaimana dikutip dalam pernyataan tertulis Depkeu AS.

Washington juga menempatkan Menteri Dalam Negeri Kuba Lazaro Alberto Ivarez Casas e dalam daftar hitamnya.

Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez melalui unggahannya di media sosial Twitter mengecam keputusan Pemerintah AS yang ia sebut sebagai "kebijakan koersif terhadap negara kami".

"(AS, red) bertekad mengasingkan Kuba dari rezim yang berusaha melepaskan diri dari isolasi dan (keputusan itu, red) merupakan perlawanan terhadap kebijakan luar negeri (Kuba, red)," kata Rodriguez.

Presiden AS Donald Trump membatalkan usaha AS membuka kembali hubungan diplomatik antara Washington dan Havana yang dilakukan oleh pendahulunya, Barack Obama. Trump juga memberlakukan pembatasan ketat terhadap perjalanan dari AS ke Kuba, serta menghalangi adanya dana yang mengalir dari AS ke Kuba.

Trump juga menjatuhkan sanksi untuk pengiriman minyak dari Venezuela ke Kuba.

Kebijakan Trump itu sempat didukung oleh keturunan Kuba-Amerika yang tinggal di Florida Selatan. Dukungan itu membantu Trump unggul di Florida pada pemilihan presiden November 2020, meskipun ia akhirnya kalah dari Joe Biden, yang sempat menjabat sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Obama.

Biden, yang akan resmi menjabat sebagai presiden AS pada 20 Januari, saat kampanye mengatakan ia akan membatalkan kebijakan luar negeri Trump. Biden menyebut kebijakan Trump berbahaya bagi rakyat Kuba dan "sama sekali tidak membantu upaya menjaga demokrasi serta pemenuhan hak asasi manusia".

Pemerintahan Trump pada Senin (11/1) minggu ini mengumumkan Kuba akan kembali masuk daftar negara yang mendanai terorisme. Kebijakan itu akan menyulitkan usaha Biden memulihkan kembali hubungan Washington dengan Havana.

AS mengatakan Kuba memfasilitasi perundingan damai antara Pemerintah Kolombia dan para pemberontak. AS juga meyakini Kuba telah melindungi pemimpin dari kelompok gerilya yang sekarang diinginkan Pemerintah Kolombia.

Kementerian Luar Negeri Norwegia, yang turut jadi penengah perundingan damai, mengkritik keputusan AS itu.

Norwegia mengatakan menempatkan Kuba dalam daftar teroris saat negara itu menggelar perundingan damai dapat menciptakan "preseden buruk terhadap upaya perdamaian internasional".

Sumber: Reuters
  Baca juga: Gelombang baru warga Kuba berburu suaka di Amerika Serikat

Baca juga: Trump cabut kebijakan Obama terkait Kuba



 

Balas AS, Kuba Tutup Layanan

 

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021