Beijing (ANTARA) - Pemerintah Kota Shijiazhuang, China, menyatakan bahwa tidak ada keterkaitan langsung kegiatan di gereja dengan asal mula ditemukannya gelombang baru COVID-19 di Distrik Gaocheng dalam beberapa pekan terakhir.

Gereja dan beberapa tempat ibadah di Ibu Kota Provinsi Hebei itu ditutup sejak Sabtu (9/1).

Di antara 4.721 warga Desa Xiaoguozhuang, Distrik Gaocheng, terdapat 122 orang yang beragama Kristen, bukan Katolik, demikian media penyiaran resmi China, Minggu.

Sebelum terjadi gelombang baru COVID-19, beberapa orang yang positif tersebut sedang menghadiri kegiatan di salah satu rumah warga sehingga sangat mungkin menjadi penyebab penyebaran.

Namun pemerintah kota setempat tidak mendapatkan bukti yang mengarah aktivitas kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan sumber virus.

Sebanyak 127 kasus positif dan 183 kasus tanpa gejala ditemukan di Hebei sejak Sabtu (2/1). Beberapa pasien tersebut ditemukan di Shijiazhuang, Ibu Kota Provinsi Hebei, yang mengunjungi pasar, upacara pernikahan, perayaan kelahiran, dan aktivitas massal lainnya. Bahkan ada seorang yang positif setelah menghadiri tiga pesta undangan perkawinan sejak 30 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021.

Sebelumnya, Pemkot Beijing secara resmi menutup sementara 155 unit tempat ibadah mulai Jumat (8/1) dan melarang perayaan Imlek berskala besar untuk menghindari munculnya gelombang baru pandemi COVID-19.

Sejauh ini tidak ada kasus positif COVID-19 ditemukan di tempat-tempat ibadah, demikian pernyataan Komisi Urusan Etnik dan Agama Pemkot Beijing.

Pemerintah Ibu Kota China itu juga memastikan tidak satu pun dari 840 staf pengurus agama yang terpapar COVID-19.

Baca juga: Beijing tutup 155 tempat ibadah, larang perayaan besar Imlek
Baca juga: Wali Kota Shijiazhuang mendadak diganti di tengah lockdown
Baca juga: Shijiazhuang "lockdown", 80 persen penerbangan batal

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021