konsep penggunaan BMN memastikan adanya kepastian dalam berusaha dan adanya efisiensi dari segi biaya bagi kontraktor
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menyatakan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 140 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) Hulu Migas dilakukan untuk mengatasi tantangan dalam mengelola aset negara tersebut seiring dengan perkembangan di industri hulu migas.

“Dunia industri hulu migas yang semakin berkembang menjadikan pengelolaan BMN semakin banyak memiliki tantangan,” kata Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu Lukman Efendi dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Lukman mengatakan beberapa regulasi ternyata menjadi hambatan dalam iklim industri ini sehingga pihaknya sebagai regulator melakukan pembaruan dalam pengelolaan BMN hulu migas.

Lukman menuturkan adanya PMK 140 tersebut dinilai akan mampu mendukung terciptanya iklim bisnis yang lebih baik serta mendorong peningkatan investasi dalam negeri.

Poin-poin kebaruan yang diatur dalam peraturan ini terdiri dari adanya reposisi subjek atau para pihak yang terlibat dalam alur pengelolaan BMN dan cakupan penggunaan BMN yang diperluas.

Reposisi subjek dalam alur pengelolaan BMN yaitu pembagian peran sebagai pengelola atau Kementerian Keuangan, pengguna atau Kementerian ESDM dan kuasa pengguna atau SKK Migas-BPMA/Badan Pengelola Migas Aceh.

Pembagian peran tersebut memberikan fleksibilitas dan penyederhanaan dalam alur birokrasi karena beberapa kewenangan telah beralih dengan adanya PMK 140 Tahun 2020.

Sementara untuk perluasan cakupan penggunaan BMN yakni dilakukan perubahan terhadap beberapa kegiatan pemanfaatan yang masuk ke cakupan penggunaan meliputi transfer, pemakaian bersama, pinjam pakai antar kontraktor dan penggunaan BMN hulu migas eks kontraktor.

Sedangkan hal baru yang terdapat pada aturan ini terkait penggunaan BMN hulu migas oleh kontraktor yang diperpanjang kontraknya dan pendayagunaan.

“Manfaat dari konsep penggunaan BMN memastikan adanya kepastian dalam berusaha dan adanya efisiensi dari segi biaya bagi kontraktor,” ujarnya.

Lukman menuturkan penerbitan PMK ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari optimalisasi aset melalui penggunaan dan pemanfaatan BMN hulu migas, mendukung peningkatan kapasitas produksi migas nasional serta mendorong iklim industri hulu migas. Hal ini berpotensi terjadi karena sektor hulu migas memiliki kontribusi yang besar pada perekonomian nasional yang salah satunya adalah melalui penyerapan tenaga kerja.

Lukman menjelaskan dari sisi pendapatan negara pada tahun lalu tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ini mencapai Rp179,5 triliun sesuai LKPP 2019.

Tak hanya itu, Barang Milik Negara (BMN) dari sektor ini juga berkontribusi menyumbang penerimaan negara yakni semua barang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara kontraktor dengan pemerintah.

“Termasuk yang berasal dari kontrak karya atau Contract of Work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas,” katanya.

Saat ini, nilai BMN hulu migas adalah sebesar 5 persen dari total aset yang tercatat pada LKPP 2019 atau Rp497,61 triliun yang terdiri dari aset tanah Rp10,7 triliun, harta benda modal Rp462,12 triliun, harta benda inventaris Rp0,11 triliun dan material persediaan Rp25,32 triliun.

Dari sisi pengelolaan BMN hulu migas ini, pemerintah membukukan PNBP sebesar Rp155,4 miliar pada tahun lalu, sedangkan untuk tahun ini sampai triwulan III tercatat PNBP sebesar Rp191,4 miliar.

Baca juga: Sri Mulyani sebut pandemi pukul industri migas
Baca juga: SKK Migas: Perlu lembaga khusus kelola konsesi sumber daya migas

Baca juga: Kementerian: pengelolaan aset hulu migas untuk efisiensi
 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020