Terpenting, dalam 'FGD' ini para pakar dan akademisi bersepakat bahwa keberadaan haluan negara tetap sejalan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai Haluan Negara diperlukan sebagai kaidah penuntun pembangunan nasional, yang berisi arahan dasar tentang bagaimana cara melembagakan nilai Pancasila dan konstitusi ke dalam berbagai pranata publik.

Menurut dia, dalam sistem berbangsa dan bernegara, kehadiran Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, sementara konstitusi mengandung prinsip-prinsip normatif maka haluan negara akan mengandung prinsip-prinsip direktif.

"Karena itu diperlukan kaidah penuntun yang berisi arahan dasar tentang bagaimana cara melembagakan nilai Pancasila dan konstitusi tersebut ke dalam berbagai pranata publik, yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpimpin, terencana dan terpadu," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta.

Hal itu dikatakannya dalam FGD "Reposisi Haluan Negara sebagai Wadah Aspirasi Rakyat", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, wacana yang berkembang mengenai pemilihan "baju hukum" yang paling tepat untuk mewadahi haluan negara mengerucut pada dua pilihan alternatif. Pertama, menurut dia, diatur langsung di dalam konstitusi; dan kedua, diatur melalui ketetapan MPR.

Baca juga: Ketua MPR sebut ada dorongan masyarakat agar haluan negara dihidupkan

Baca juga: Bamsoet tekankan pentingnya Pokok-pokok Haluan Negara


Dia menilai, terlepas seperti apa baju hukum haluan negara, berada dalam Konstitusi maupun dalam ketetapan MPR RI, pada akhirnya tergantung dari kemauan politik atau "political will" eksekutif dan legislatif dengan terlebih dahulu mendengar berbagai masukan para pakar dan akademisi.

"Terpenting, dalam FGD ini para pakar dan akademisi bersepakat bahwa keberadaan haluan negara tetap sejalan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia," ujarnya.

Bamsoet menilai, haluan negara atau yang nantinya akan dikenalkan dengan sebutan pokok-pokok haluan negara, hanya mengatur hal-hal pokok saja.

Dia menilai hal itu memuat arahan untuk ditindaklanjuti dalam program pembangunan yang akan disusun oleh presiden dan lembaga negara sesuai dengan kewenangan-nya.

"Dengan demikian calon presiden dan wakil presiden dalam kampanye pemilihan umum, memberikan janji kampanye yang merupakan terjemahan dari PPHN yang tercantum dalam konstitusi," katanya.

Politisi Partai Golkar itu menilai, setelah terpilih, presiden dan wakil presiden akan bekerja sesuai janji kampanye yang selaras dengan PPHN sehingga pembangunan bisa berkelanjutan dan tidak ada lagi istilah pembangunan yang maju mundur.

FGD tersebut terselenggara atas kerja sama MPR RI dengan Aliansi Kebangsaan, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Forum Rektor Indonesia, dan harian umum Kompas.

Sebagai lanjutan dari FGD 'Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila', yang telah diselenggarakan pada 9 November 2020 di MPR RI.

Turut hadir sebagai pembahas dan narasumber FGD, antara lain Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo; Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof. Arif Satria; Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof. Satryo Brodjonegoro.

Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Dr. Alfitra Salam; Pakar dari Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, Ph.D; Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Prof. Dr. Nandang A. Deliarnoor, S.H., M.Hum; dan Pemimpin Redaksi harian umum Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.

Baca juga: MPR: Diperlukan Pokok-Pokok Haluan Negara dalam konstitusi

Baca juga: MPR: Arah pembangunan nasional harus lebih konsisten


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020