Manado (ANTARA News) - Petani cengkih di Minahasa dan daerah lainnya di Sulawesi Utara (Sulut) yang mulai melakukan panen raya khawatir produksi mereka terserang jamur akibat masih tingginya curah hujan.

"Cengkih yang telah dipanen butuh dijemur di bawah sinar matahari terik minimal tiga hari, bila terlambat maka cengkih akan terserang jamur ditandai warna cengkih berubah menjadi keputih-putihan," kata Wens M., salah satu petani di Kecamatan Tombulu, Minahasa.

Wens mengatakan, cengkih yang telah terserang jamur akan dihargai hanya separuh dari harga normal, dan ini sama artinya petani tidak mendapat untung sama sekali karena habis membayar biaya pemetik dan ongkos lainnya.

Wem Paat, petani Desa Rumengkor, Minahasa, mengatakan, cengkih yang telah terserang jamur tidak ada obat untuk mengatasinya, sehingga kalaupun nantinya dijual ke pasaran, dengan harga sangat murah.

"Serangan jamur terhadap cengkih tersebut hanya bisa diminimalisir dengan cara pemanasan menggunakan kompor minyak tanah ataupun kayu bakar, tetapi konsekwensinya menambah biaya," kata Wem.

Proses panen cengkih dimulai dengan petik buah oleh tenaga pemetik yang dibayar berkisar Rp1.500 hingga Rp2.000 per liter, dengan demikian dalam sekilo dibutuhkan biaya berkisar Rp12 ribu.

Setelah cengkih dipanen, maka langkah selanjutnya dilakukan petani yakni menjemur pada sinar matahari untuk menurunkan kadar air minimal 15 persen, sebagaimana persyaratan pembeli.

Panen raya cengkih oleh petani di Sulut sudah dimulai di beberapa daerah, tetapi puncaknya diperkirakan pada bulan Juli-Agustus 2010, dengan perkiraan produksi berkisar 12.000 hingga 15.000 ton.
(T.G004/A034/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010