Hakikat instruksi itu bersifat mendorong, mengontrol, dan mempercepat suatu target
Jakarta (ANTARA) -
Pakar kebijakan publik Universitas Nasional Chazali Situmorang mengatakan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 sifatnya untuk mengontrol dan mendorong penegakan protokol kesehatan untuk pengendalian dan penyebaran COVID-19.
 
"Hakikat instruksi itu bersifat mendorong, mengontrol, dan mempercepat suatu target program/kegiatan," kata Chazali Situmorang dalam rilisnya diterima di Jakarta, Rabu.
 
Apalagi, menurutnya, dasar pertimbangan instruksi menteri itu adalah arahan Presiden dalam rapat terbatas kabinet 16 November 2020.
 
"Yang menegaskan konsistensi kepatuhan prokes COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat," kata dia.
 
Chazali Situmorang mengatakan selama pandemi COVID-19, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan dua regulasi untuk kepala daerah, yaitu Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan pemda pada 14 Maret, dan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang penegakan prokes untuk pengendalian dan penyebaran COVID-19 pada 18 November 2020.
 
"Dalam Permendagri 20/2020 tidak ada ancaman pemberhentian mengacu UU Nomor 23/2014 (pasal 67 c dan 78) padahal isinya syarat dengan pengaturan pengelolaan uang APBD untuk COVID-19. Tapi dalam Instruksi Mendagri Nomor 6/2020 ini ada ancaman pemberhentian," katanya pula.
Baca juga: Tito terbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan COVID-19
 
Namun, dia menegaskan instruksi Mendagri ini tidak termasuk peraturan perundang-undangan yang harus diikuti kepala daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan yang disebut peraturan perundang-undangan adalah PP, Perpres, Permen, dan Perda.
 
Ketua Presidium KAHMI Jaya Mohammad Taufik mengaku terkejut adanya instruksi Menteri Dalam Negeri yang bisa memberhentikan kepala daerah. Menurutnya, surat instruksi itu biasanya bersifat internal dan tidak bisa mengintervensi lembaga lain.
 
"Kita baca instruksi itu kok untuk pecat gubernur. Kita perlu diskusikan, supaya yang begini ini tidak terjadi di negara ini," kata dia.
 
Menurut Mohammad Taufik, terlalu sederhana jika kita memberhentikan kepala daerah lewat instruksi Mendagri.
 
"Apalagi, instruksi itu datang setelah gubernur dipanggil polda, baru keluar instruksi. Ini tidak bisa berlaku surut," katanya pula.
 
Dia menganggap, pemberhentian kepala daerah berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri perlu didiskusikan lebih lanjut. Pihaknya menilai, instruksi Menteri Dalam Negeri itu keluar karena emosi sesaat setelah adanya kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Baca juga: Memahami instruksi Mendagri tentang penegakan protokol kesehatan
Baca juga: Pimpinan daerah diingatkan patuhi instruksi Mendagri terkait COVID-19

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020