Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menahan Mantan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kadis Perkim) Kota Bima Hamdan atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan relokasi banjir tahun 2017 di Sambinae, Kota Bima.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa, mengatakan, penahanan dilakukan setelah hasil tes usap (swab test) tersangka negatif.

"Dengan hasil tes usap-nya negatif, kami melakukan penahanan terhadap tersangka di Rutan Polda NTB selama 20 hari ke depan," kata Dedi.

Pada Senin (23/11), penuntut umum melaksanakan penahanan lebih dulu terhadap tersangka Usman, perwakilan pemilik lahan dalam pembebasan tanah tersebut.

Penahanan Usman, jelasnya, dilaksanakan setelah hasil tes cepat yang bersangkutan dinyatakan nonreaktif. Penahanan ini juga bagian dari pelaksanaan tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) setelah berkas dinyatakan lengkap oleh penuntut umum.

Baca juga: Mantan Kadis Pendapatan Mimika belum penuhi panggilan KPK
Baca juga: Kejagung ciduk buronan mantan Kadis Kesehatan Kolaka Timur
Baca juga: KPK panggil dua mantan Kadis Pemkot Dumai


"Jadi Senin (23/11) kemarin kedua tersangka sudah menjalani tes cepat. Namun karena satu tersangka dinyatakan reaktif, makanya dilakukan tes usap dan hasilnya baru keluar hari ini yang menyatakan dia negatif COVID-19," ujarnya.

Kini kedua tersangka yang menjalani status tahanan titipan di Rutan Polda NTB menunggu proses persidangannya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram.

Terkait dengan kesiapan itu, Dedi memastikan pihaknya akan segera melimpahkan berkas dakwaan ke pengadilan.

"Ini (berkas dakwaan) sedang disiapkan. Kalau tidak pekan ini atau pekan depan, berkas sudah kita serahkan ke pengadilan," ucap dia.

Kasus dugaan korupsi ini muncul pasca kebijakan pemerintah daerah terkait dampak banjir yang melanda warga di Sambinae, Kota Bima, pada Tahun 2017.

Kemudian pemerintah daerah melalui Dinas Perkim Kota Bima, membuat program relokasi korban banjir dengan mendistribusikan anggaran Rp4,9 miliar.

Dari anggaran tersebut muncul kesepakatan untuk merelokasi korban banjir ke wilayah perbukitan. Luas lahan yang dibebaskan mencapai tujuh hektare.

Setelah dilakukan negosiasi dengan pihak panitia melalui tim appraisal, lahir sebuah kesepakatan harga pembelian lahan Rp11,5 juta per are.

Namun munculnya harga tersebut bukan dari pemilik lahan, melainkan diduga melalui tersangka Usman, yang diberikan kuasa oleh para pemilik lahan untuk mencapai kesepakatan harga dengan panitia. Kepada warga, Usman diduga memberikan harga Rp6 juta hingga Rp9 juta per are. Sehingga muncul kelebihan pembayaran yang nilai keseluruhannya mencapai Rp1,7 miliar.

Nilai tersebut diduga turut dinikmati tersangka Hamdan ketika masih menjabat Kadis Perkim Kota Bima. Nominal kelebihan pembayaran ini pun kemudian menjadi angka kerugian negaranya.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020