Jakarta (ANTARA News) - Kecelakaan Chernobyl 24 tahun lalu, pada 26 April 1986, tidak bisa menjadi alasan untuk penolakan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang telah direncanakan sesuai Undang-undang.

"Reaktor Chernobyl dikembangkan oleh Uni Sovyet pada era perang dingin, didesain untuk tujuan militer dan mempunyai banyak kelemahan dalam desain," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Dr Hudi Hastowo pada diskusi tentang "Mengenang 24 Tahun Kecelakaan Chernobyl" di Jakarta, Jumat.

Kesalahan fundamental reaktor RMBK ini, ujar dia, tidak memiliki pengungkung pencegah kebocoran radiasi ke lingkungan seperti yang selalu ada pada desain reaktor nuklir.

"Selain itu, reaktor ini memiliki sifat yang kurang aman di mana koefisien reaktivitas void (gelembung) positif, yang jika void dalam pendingin bertambah misalnya karena kenaikan temperatur, teras akan memberikan umpan balik reaktivitas positif yang berakibat reaksi fiksi menjadi tak terkendali," katanya.

Reaktor nomor 4 tersebut juga telah melanggar prosedur dengan melakukan ujicoba yang bertujuan untuk mengetahui apakah turbin pada saat berputar dengan momentumnya sendiri setelah reaktor dipadamkan, masih mampu menghasilkan tenaga listrik yang cukup untuk menggerakkan alat kedaruratan dan pompa pendingin teras reaktor, sebelum listrik cadangan masuk, katanya.

Hudi juga mengatakan, operator instalasi reaktor Chernobyl juga tak memiliki budaya keselamatan dengan tak memperbaiki kelemahan desain reaktor RMBK-nya sebelum terjadi kecelakaan, padahal dokumen "Chernobyl Construction Weakness" telah menyebut secara jelas.

Sementara itu, anggota Pusat Pengkajian dan Pengembangan Energi Nuklir ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) Irwanuddin yang sempat meninjau bekas Reaktor Chernobyl di Ukraina mengatakan, reaktor no 4 Chernobyl merupakan reaktor riset, namun telah melanggar prosedur dengan mengalihkannya sebagai PLTN.

"Ada perbedaan antara reaktor riset dan PLTN, dimana reaktor riset menggunakan sistem manual, sementara PLTN langsung padam pada saat dilakukan shutdown, ketika terjadi suatu kejadian," katanya.

Selain itu teknologi RBMK tipe 150 itu menggunakan teknologi yang masih sangat klasik, sementara teknologi PLTN saat ini sudah sangat maju dan berkembang terus, ujarnya.

Ia menambahkan, meskipun kejadian Chernobyl sudah merusak reputasi PLTN, namun berhubung Rusia membutuhkan energi listrik sangat besar untuk membangun negaranya, maka hingga saat ini 75 persen listrik Rusia berasal dari PLTN.

Hal yang sama juga terjadi pada Jepang yang telah mengalami dijatuhi bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki serta memiliki banyak tantangan gempa dan tsunami, namun 40-50 persen dari tenaga listriknya berasal dari PLTN.

Hudi menambahkan, bahwa tidak benar negara-negara maju saat ini beramai-ramai menutup PLTN-nya, karena faktanya PLTN yang ditutup disebabkan faktor usia yang sudah waktunya ditutup dan desainnya sudah kuno.

Ia menambahkan bahwa negara-negara berkembang saat ini berlomba membangun PLTN, baik China, India, Korea Selatan dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan listriknya yang makin besar di masa depan.
(D009/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010