Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI melanggar hukum karena melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.
Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan tahapan yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelum melakukan pemutusan internet, khususnya dalam kasus di Papua dan Papua Barat pada 2019.

"Ketika kasus konkret yang di Papua itu, itu apa sih yang dilakukan oleh pemerintah sebelum memutuskan itu? Bentuk ada selembar kertaslah, misalnya, menyatakan bahwa ini harus, begitu?" kata Saldi Isra dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, yang disiarkan secara daring.

Bukan untuk memeriksa kasus konkret pemutusan internet di Papua, dia mengatakan bahwa keterangan terkait dengan tahapan serta bentuk hukum sebelum Kominfo mengambil tindakan memblokir layanan internet penting untuk diketahui majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Selanjutnya, Hakim Konstitusi Aswanto menanyakan pertimbangan pemutusan akses atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik serta-merta yang dilakukan Kominfo tanpa memberikan ruang pengaduan oleh media yang diblokir.

Baca juga: Kominfo sebut tindakan pemutusan internet harus diambil cepat

"Apa juga yang menjadi pertimbangan sehingga tidak ada ruang bagi media yang telah diblokir untuk memperoleh hak dipulihkan namanya, gitu?" kata Aswanto.

Menurut dia, tanpa argumen yang berdasar, Pasal 40 Ayat (2b) Undang-Undang ITE yang dimohonkan untuk diuji itu dapat dianggap menyebabkan kesewenang-wenangan.

Menjawab pertanyaan itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa Pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga ruang digital agar kondusif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk dokumen sebelum dilakukan pemutusan akses internet atau pemblokiran konten, disebutnya semua dalam bentuk digital.

"Contohnya, ada permintaan untuk melakukan pemblokiran. Tim kami melakukan evaluasi apakah pelanggaran benar melanggar aturan yang mana. Kami melakukan yang namanya forensik," ujar Semuel.

Untuk lebih detail mengenai proses yang dilakukan sebelum tindakan pemutusan akses internet atau pemblokiran konten dilakukan, dia mengatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan dalam keterangan tertulis kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: AJI gugat UU ITE ke MK persoalkan pemutusan akses internet

AJI bersama Pimpinan Redaksi Suara Papua Arnoldus Belau mengajukan permohonan pengujian uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik dan mengusulkan agar pemutusan akses internet dilakukan berdasarkan putusan pengadilan.

Sebelumnya, AJI menggugat pembatasan akses dan pemutusan internet yang di Papua ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan itu dan menyatakan Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI melanggar hukum karena melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020