Regulasi kita overloaded, kadang saling tabrakan, tumpang tindih. Mudah-mudahan dengan Undang-Undang ini (Cipta Kerja) ada kepastian hukum dalam berusaha
Jakarta (ANTARA) - Pakar kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Cecep Darmawan berharap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dapat memberikan kepastian hukum dalam berusaha.

"Regulasi kita overloaded, kadang saling tabrakan, tumpang tindih. Mudah-mudahan dengan Undang-Undang ini (Cipta Kerja) ada kepastian hukum dalam berusaha,” ujar Cecep dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, soal asas kepastian hukum selama ini menjadi masalah yang harus dipecahkan. Diharapkan dengan hadirnya UU Cipta Kerja, kata dia, persoalan kepastian hukum itu bisa diatasi.

“Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, serta investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional,” kata Cecep mengutip Pasal 1 UU Cipta Kerja.

Baca juga: Uji materi UU Ciptaker, BEM Nusantara bentuk tim advokasi

Pengamat itu menilai bahwa asas dalam UU Cipta Kerja bagus sekali yakni pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian.

Selain tujuan dan asas UU Cipta Kerja, yang juga dinilai Cecep positif adalah poin penerapan izin berbasis resiko yang diatur dalam pasal 7-10.

Banyak poin yang positif dalam UU Cipta Kerja, namun pengamat tersebut memberi catatan terkait upaya peningkatan investasi berkualitas dalam kaitannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada penerapan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Di Kemnaker, buruh aksi usung isu UU Cipta Kerja dan UMP 2021

“Pertama, harus memberikan dampak bagi kesejahteraan rakyat seperti diamanatkan para pendiri bangsa. Kedua, harus meningkatkan GNP (Produk Nasional Bruto), pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Kemudian harus memberikan trickle down effect dari masyarakat menengah ke masyarakat menengah bawah,” katanya.

Adapun yang keempat, harus mampu menggerakkan sektor riil. Kelima, harus mampu memberikan efek domino bagi pajak dan penciptaan lapangan kerja terutama bagi kaum marjinal. Keenam, membenahi regulasi yang berbelit-belit. Ketujuh, menjadi upaya untuk melakukan resource sharing bagi tenaga kerja dan penyerapan SDM.

“Jadi dengan adanya UU Cipta Kerja ini, nanti kalau ada tnaga kerja asing itu dimanfaatkan untuk resource sharing. Tenaga kerja kita belajar dari mereka sehingga kemudian SDM kita yang dipakai,” ujar pengamat tersebut.

Baca juga: Permohonan pengujian UU Cipta Kerja bertambah dari KSBSI

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020