Lombok Barat, NTB (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendorong penguatan ketahanan informasi dalam mencegah terjadinya tindakan terorisme.

Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalillah mengatakan penguatan literasi sebagai ketahanan informasi bagi aparatur desa sangat penting dan strategis. Wagub menyinggung maraknya propaganda radikalisme, dimana informasi yang keliru kerap menyesatkan masyarakat. Selain itu, pemahaman yang tidak utuh tentang agama, berbangsa dan isu lain yang mengancam keutuhan haruslah disikapi dengan humanis.

"Karena kesadaran mereka yang terpapar harus datang dari diri mereka sendiri. Di tengah ribuan perbedaan di NTB, informasi yang utuh bisa mengubah perilaku radikalisme," kata Wagub NTB dalam kegiatan penguatan literasi informasi bagi aparat desa bertajuk "Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi)" di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, Kamis.

Rohmi menjelaskan saat ini propaganda radikalisme sudah mulai menyasar hingga ke desa-desa. Informasi menyesatkan ini disebar melalui platform media sosial dan telah ditengarai mampu mengancam cara pandang berbangsa dan bernegara.

"Ini yang perlu kita waspadai, sehingga terus mengedukasi masyarakat harus terus dilakukan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyoal kondisi masyarakat dalam penanganan radikalisme. Dikatakannya, saat ini Indonesia membutuhkan kewaspadaan dan literasi informasi sampai ke desa dengan melibatkan aparatur desa.

"Oleh karena itu ketahanan informasi NTB perlu terus diperkuat. Terorisme kerap dilakukan oleh pelaku tunggal, bukan bagian dari organisasi akibat masifnya informasi sesat yang menggunakan isu agama dan lainnya," ujar Boy.

Ia mengatakan karakteristik radikalisme selama ini kerap mengangkat isu agama selain propaganda organisasi, seperti ISIS, yang tetap merebak. Selain itu gerakan radikalisme dari mereka yang terpapar konflik Suriah terus diidentifikasi. Tercatat ada 1.200 orang Indonesia yang pernah di Suriah dan kembali ke Indonesia terus dilakukan program deradikalisasi.

"Sasaran radikalisme, yakni pemuda dan pesantren. Semua ini membutuhkan peran semua pihak," ucap Boy.

Menurutnya, masyarakat desa sebagai konsumen informasi harus terus diberikan pemahaman tentang propaganda radikalisme yang didapat melalui media sosial maupun muatan informasi dari tokoh pesantren tertentu.

"Selain nilai agama, cinta tanah air juga harus dirawat," tegasnya.

Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB HL Syafi'i mengakui beberapa program pencegahan dan deradikalisasi di NTB berjalan dengan baik. Selain peta daerah rawan radikalisme, seperti di Dompu, Bima dan Kota Bima, tahun depan akan mulai melakukan program yang sama di kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok Timur.

"Selain edukasi ada pula program fisik pembangunan di tempat yang tengah menjalani program deradikalisasi. Hal ini agar secara fisik mereka juga mendapat pelayanan sarana dan prasarana agar sejahtera," katanya.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020