Makin baik reformasi birokrasi dijalankan, makin cepat pula perputaran roda pembangunan nasional.
Jakarta (ANTARA) - Keberadaan pandemi COVID-19 di Indonesia telah memaksa pemerintah mengeluarkan sejumlah surat edaran untuk mengatur aparatur sipil negara agar bekerja dari rumah (work from home/ WFH).

Adanya surat edaran tersebut memantik keraguan dari elemen publik bahwa ASN dapat bekerja produktif, sebut saja seperti komentar mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie pada akun media sosialnya @marzukialie_MA, 7 Mei 2020. Menurut politikus senior Partai Demokrat itu, imbauan WFH tidak bisa berjalan sebab fasilitas bekerja sejumlah kantor pelayanan publik di daerah belum mendukung bekerja dari rumah.

"Imbauan kepada kepala daerah yang melaksanakan WFH agar pelayanan publik tidak berhenti. Fakta sebenarnya, enggak bisa WFH, karena perangkat komputer masih desktop, jadi tidak bisa dibawa ke rumah, lucu tapi itulah fakta," ujar Marzuki seperti dikutip dari @marzukialie_MA.

Akibatnya, para pejabat daerah pun dinilai Marzuki tidak akan bisa menjalankan kebijakan bekerja dari rumah.

"Jangan harap ekonomi bisa jalan kalau nunggu masuk kantor," ujar Marzuki.

Relasi antara tekanan yang timbul akibat pandemi dan tuntutan realisasi janji-janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan reformasi birokrasi memberi penulis kesimpulan bahwa saat ini pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tak ubahnya sedang berada di medan laga untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin bangsa dengan segala otoritas yang dimiliki.

Jangan sampai program-program kerja yang sudah dipersiapkan dengan baik oleh Pemerintah melalui kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian (K/L) serta pemerintah daerah itu terhambat sehingga harus secara maksimal bisa difokuskan.

Kinerja birokrasi itu harus tetap terjaga untuk memastikan program-program pemerintah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo, kunci sukses reformasi birokrasi terletak pada kedisiplinan ASN menjalankan tugas-tugasnya secara fleksibel. Selain itu, juga kemampuan adaptasi terhadap perubahan pola bekerja menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

Baca juga: Hindari wifi publik untuk cegah kebocoran data

Keuntungan ASN

Adanya pandemi COVID-19 merupakan keuntungan karena ASN mau tak mau harus mematuhi strategi pemerintah agar aparatur sipil negara (ASN) bisa bekerja lebih produktif dan aman pada masa pandemi COVID-19.

Strategi pertama, dengan membagi lokasi bekerja, ada yang bekerja di rumah maupun di kantor, sebagai bagian dari pengaturan flexible working arrangement.

Kedua, menyusun kembali proses kerja yang lebih fleksibel sehingga strategi dan cara kerja baru menjadi acuan.

Ketiga, penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) agar sebagian besar pekerjaan dapat dikerjakan lebih fleksibel dari mana saja memanfaatkan mekanisme daring (dalam jaringan).

Keempat, membuat waktu kerja makin fleksibel melalui mekanisme kerja bergilir (sif) maupun disesuaikan dengan kebutuhan layanan.

Terakhir, mengatur posisi duduk di tempat kerja dengan mematuhi protokol kesehatan, yaitu jaga jarak.

Adanya anggapan bahwa pelayanan publik itu berbelit, lambat, mahal, tidak pasti, dan melelahkan, kata Tjahjo, harus dikikis habis oleh ASN setelah munculnya pandemi COVID-19.

Ia ingin kualitas pelayanan publik sebagai hasil interaksi sistem, SDM, dan strategi pelayanan kebutuhan masyarakat pada masa pandemi COVID-19 diramu dalam tata cara adaptasi kebiasaan baru kinerja ASN yang berorientasi hasil, menjawab kebutuhan mendasar, cepat, mudah, murah, dan memuaskan masyarakat.

Dengan itu, dia berharap terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik yang tentu tidak terlepas dari pengukuran indeks pelayanan publik, sebagai alat evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan, semakin baik.

Salah satu bukti terjadinya peningkatan kualitas pelayanan publik ditandai dengan makin baiknya persepsi masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik.

Baca juga: Kemenperin perkuat unit kerja dalam reformasi birokrasi

Indeks Pelayanan Publik

Selain itu, enam aspek yang digunakan dalam pengukuran indeks pelayanan publik, semua unit layanan publik selalu berlomba-lomba memenuhinya.

Enam aspek itu, yaitu pemenuhan kebijakan pelayanan (standar pelayanan, maklumat pelayanan, dan survei kepuasan masyarakat), peningkatan profesionalisme SDM, peningkatan kualitas sarana dan prasarana, pemanfaatan sistem informasi pelayanan publik (SIPP), pengelolaan konsultasi dan pengaduan masyarakat, serta penyelenggaraan inovasi dalam pelayanan publik.

Reformasi birokrasi kini dipandang masyarakat sebagai kebutuhan untuk memastikan terciptanya perbaikan tata kelola pemerintahan.

Seolah reformasi birokrasi adalah prasyarat utama pembangunan nasional.

Makin baik reformasi birokrasi dijalankan, makin cepat pula perputaran roda pembangunan nasional.

Reformasi birokrasi juga menjadi pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan Generasi Emas 2045.

Jika berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi dinilai dapat mencapai tujuan yang diharapkan masyarakat, yaitu: mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik; menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Selanjutnya, meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

Pada akhirnya keraguan pada working from home (WFH) yang diterapkan dalam birokrasi akan menghambat pelayanan publik tidak terbukti.

WFH yang diberlakukan saat ini memang memperlihatkan birokrasi Indonesia yang belum siap sepenuhnya dengan e-gov.

Namun, peran pemimpin lah yang dibutuhkan untuk mewujudkan agilitas birokrasi, khususnya pada kesiapan ASN dalam menghadapi setiap kondisi yang tidak menentu dan tidak dapat diprediksi.

Diperlukan karakter pemimpin yang memiliki mentalitas melayani (servant leadership) yang memiliki visi yang jelas, mampu mendengarkan, dan mengakomodasi suara bawahan dan rakyatnya, serta mampu menggerakkan bawahannya menjadi lebih adaptif dan gesit dalam menghadapi berbagai kondisi yang tidak dapat diprediksi.

Mewujudkan reformasi birokrasi di Indonesia, khususnya dalam percepatan penanganan COVID-19, dihadapkan pada tiga tantangan, yaitu birokrasi yang terus berubah dan bergerak cepat; birokrasi yang memiliki fleksibilitas melalui asas diskresi; dan birokrasi yang mampu menghasilkan informasi yang jelas dan data yang akurat.

Ketiga tantangan tersebut dijawab pemerintah melalui retorika politik yang menekan ASN agar selalu produktif dan bermentalitas melayani.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020