Omnibus Law tujuannya meringankan, tetapi masyarakat justru dibebani
Jakarta (ANTARA) - Forum Silaturahim Asosiasi Travel Haji dan Umrah (Sathu) mempersoalkan UU Cipta Kerja yang menguatkan regulasi sebelumnya untuk mewajibkan biro perjalanan ibadah memiliki dana deposit jamaah sebagai dana jaminan.

"Omnibus Law tujuannya meringankan, tetapi masyarakat justru dibebani," kata Ketua Dewan Pembina Sathu, Fuad Hasan Masyhur, dalam jumpa persnya di Jakarta, Jumat.

Adapun deposit setoran umrah merupakan dana setoran awal jamaah untuk berumrah. Fuad mengatakan sebelumnya kewajiban travel umrah menyetor deposit dana jamaah tertuang melalui SK Dirjen PHU No 3123 Tahun 2019.

Aturan itu juga sejatinya tidak berlaku karena sudah ada putusan perkara di Pengadilan Tinggi Usaha Negara Nomor 173/B/2020/PT.TUN.JKT.

Kendati demikian, dia heran dalam UU Cipta Kerja justru aturan deposit setoran umrah itu kembali ada, yaitu pada Pasal 94 ayat 1 butir K.

"Aturan tersebut berpotensi menimbulkan penampungan dana umrah dari masyarakat yang sangat besar," kata dia mengkhawatirkan ada penyalahgunaan dana deposit.

Baca juga: Kesthuri minta Kemenag tertibkan travel umrah bermasalah

Baca juga: Imigrasi Palembang mulai terima permohonan pembuatan paspor umrah


Fuad mengatakan dalam UU Cipta Kerja hanya mengatur biro perjalanan umrah yang terkait ibadah tetapi tidak mengatur travel konvensional.

"Begitu banyak orang pergi ke Las Vegas, ke Makau, kenapa tidak harus ada deposito? Apalagi orang yang pergi berjudi ke sana itu peluang kalahnya lebih banyak. Bisa-bisa mereka terlantar di sana. Itu warga negara kita juga," katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum DPP Kesatuan Tour Travel Haji Umroh Republik Indonesia (Kesthuri) Asrul Azis Taba mengatakan kewajiban setoran awal umrah mempersulit penyelenggaraan umrah oleh agen perjalanan.

Dia menggambarkan pada tahap awal calon jamaah harus menyetorkan Rp10 juta jika ingin mendapat porsi menunaikan ibadah umrah. Sementara sejatinya nilai minimal setoran sebaiknya tidak perlu ada patokan karena uang muka seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Kemudian, kata dia, biro travel baru bisa menarik setoran calon jamaah dari bank jika cicilan berumrah jamaah terkait sudah mencapai minimal Rp15 juta. Sementara PPIU tidak dapat menunggu waktu terlalu lama dalam penyelenggaraan umrah karena membutuhkan dana secepatnya untuk operasional seperti booking akomodasi, transportasi dan unsur lainnya.

Jika harus menunggu cicilan jamaah senilai Rp15 juta baru dapat ditarik penyelenggara perjalanan, kata dia, maka yang terjadi biro travel umrah mencari dana talangan yang tidak mudah sehingga secara prosedur menyulitkan. Padahal sejatinya setoran yang didepositokan adalah uang jamaah umrah sendiri.

Baca juga: Kesthuri persoalkan aturan setoran awal umrah

Baca juga: Kemenag: setoran BPIH indikator kesiapan calon haji

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020