unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain
Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berharap pemerintah benar-benar memastikan keamanan vaksin dengan sangat teliti sebelum dilakukan vaksinasi pada warga negara Indonesia.

Berdasarkan surat PB IDI yang dikirimkan kepada Menteri Kesehatan yang dikutip di Jakarta, Kamis, pihak PB IDI berterima kasih dan mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya pengadaan vaksin COVID-19 serta memprioritaskan pada tenaga medis untuk dapat divaksinasi sesuai ketentuan yang ada.

Namun PB IDI mengharapkan persiapan yang baik dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya. "Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden agar program vaksinasi ini jangan dilakukan dan dimulai dengan tergesa-gesa," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih yang menandatangani surat ditujukan pada Menteri Kesehatan tersebut.

Menurut IDI ada syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan yaitu vaksin yang akan digunakan sudah terbukti efektivitasnya, imunogenitasnya serta keamanannya dengan dibuktikan adanya hasil yang baik melalui uji klinik fase tiga yang sudah dipublikasikan.

Baca juga: Menristek: Kemungkinan perlu vaksinasi ulang COVID-19

Ia mengungkapkan, saat ini uji coba vaksinasi Sinovac di Brazil sudah selesai dilaksanakan pada 9.000 relawan, namun hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi pada 15.000 relawan.

"Kita bisa melihat bahwa unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase tiga. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa program vaksinasi adalah sesuatu program penting namun tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa," kata Daeng.

Selain itu Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga memperkenankan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dapat dilakukan melalui proses Emergency use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 dalam situasi pandemi. Izin tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai otorisasi yaitu Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.

Baca juga: Gubernur Jawa Barat minta masukan ahli mengenai vaksinasi COVID-19

Dalam melakukan atau menentukan hal ini, PB IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas dan imunogenitas suatu vaksin, termasuk bila terpaksa menggunakan skema EUA. "Kami yakin bahwa BPOM akan menjaga kemandirian dan profesionalismenya," katanya.

Selain itu IDI menilai perlu mempertimbangkan rekomendasi dari Indonesia and Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO).

"Pelaksanaan program vaskinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat dan membangun jejaring untuk penanganan efek simpang vaksinasi. Keamanan dan efektifitas adalah yang utama selain juga kita semua ingin agar program ini berjalan lancar. PB IDI berharap agar program vaksinasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat," kata Daeng.

Baca juga: Pemerintah berencana lakukan vaksinasi COVID-19 pada 160 juta penduduk
Baca juga: Pemerintah sasar 9,1 juta orang dalam vaksinasi COVID-19 pada November

 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020