Indonesia kalah dengan UK, Filipina, Australia, dan beberapa negara lain yang mayoritas nonmuslim dalam penjualan produk halal.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menampung masukan terkait dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Syariah dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) secara daring.

FGD Rabu Hijrah bertema "Urgensi RUU Ekonomi Syariah untuk Peningkatan Kesejahteraan dan Pemerataan Pembangunan dalam Rangka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF)".

Anis dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, menilai RUU itu sangat substansi dan menjadi penting karena merupakan keinginan bersama dari berbagai elemen.

Baca juga: BNI syariah: Merger bank syariah optimalkan potensi ekosistem halal

Namun, dia berharap Rabu Hijrah serta pengusung RUU Ekonomi Syariah lainnya mampu menjalin komunikasi dengan semua pihak saat proses politik berlangsung di DPR RI.

"Proses politik di DPR harus betul-betul diperhatikan bahwa ada banyak fraksi di DPR ini. Semua harus diajak komunikasi agar bisa memahami substansi dan urgensi dari RUU ini,“ kata Anis.

Selain Anis, hadir pula sebagai pemantik diskusi, yaitu Ketua Pemuda Dewan Masjid Indonesia (DMI) Arief Rosyid Hasan, peneliti perbankan syariah Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fauziah Rizki Yuniarti.

Arief mengatakan bahwa RUU Ekonomi Syariah adalah upaya membangun ekonomi umat. Namun, RUU Ekonomi Syariah sulit terealisasi ketika umat belum kompak melakukan kolaborasi dan saling bekerja sama.

Baca juga: Wapres: Ekonomi kerakyatan kuat bila ditopang dua pilar

“Belakangan, kita semua menyuarakan ekonomi umat tetapi tidak kompak. Dengan demikian, tidak ada dorongan lebih RUU bisa terealisasi. Kita harus kolaborasi dan bekerja keras bersama," kata Komisaris Independen Bank Syariah Mandiri itu.

Fauziah Rizki menambahkan bahwa banyak negara yang menjual produk halal, padahal bukan merupakan negara yang mayoritas penduduknya Islam, seperti Inggris (United Kingdom/UK), Filipina, dan Australia.

Mereka mampu mengalahkan Indonesia yang notabene memiliki mayoritas penduduk Islam terbesar dunia.

“Kita kalah dengan UK, Filipina, Australia, dan beberapa negara lain yang mayoritas nonmuslim dalam penjualan produk halal," kata Fauziah.

Menurut dia, sudah saatnya Indonesia menjadi kekuatan ekonomi syariah dunia dengan menjadi pasar terbaik dalam penjualan produk halal terbesar dunia.

Baca juga: Bank Indonesia dorong UMKM Jatim masuki pemasaran daring

Sementara itu, pendiri Rabu Hijrah, Phirman Rezha berpendapat bahwa tren ekonomi syariah yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini harus dibarengi dengan regulasi yang tepat.

"Pencanangan Indonesia sebagai kiblat dunia ekonomi syariah harus didukung semua pihak. Hal ini mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak, tinggal bisa saling kolaborasi dan buat terobosan-terobosan baru," kata Phirman.

FGD ini kemudian menghasilkan delapan rekomendasi yang disepakati bersama untuk pengawalan sehingga ekonomi Islam ke depan makin meluas dan besar.

Baca juga: Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa digelar virtual mulai 5 Oktober

Rekomendasi FGD RUU Ekonomi Syariah dengan Rabu Hijrah antara lain:

1. RUU Ekonomi Syariah diperlukan untuk memberikan arah kebijakan dan pengembangan ekonomi syariah yang lebih sistematis, terarah, dan terintegrasi.

2. Sejumlah kebijakan pemerintah (seperti pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah dan rencana merger bank syariah milik bank BUMN) menunjukkan komitmen pemerintah yang kuat terhadap pengembangan ekonomi syariah. Hal itu menjadi momentum untuk melakukan akselerasi melalui regulasi yang mendukung ekosistem ekonomi syariah.

3. Ekonomi syariah bersifat inklusif untuk seluruh kalangan karena nilai-nilainya yang universal. Brand image ini perlu dibangun bersama.

4. Potensi ekonomi syariah yang sangat besar di Indonesia perlu dioptimalkan agar memberikan kontribusi yang nyata bagi ekonomi nasional; serta meningkatkan daya saing (competitive advantage) Indonesia di tingkat dunia.

5. Optimalisasi potensi hanya dapat dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan adanya jaminan kepastian hukum bagi seluruh sektor ekonomi dan keuangan syariah khususnya industri keuangan nonbank syariah yang masih banyak ditemukan kesenjangan regulasi. Hal ini juga penting untuk menarik investasi asing langsung (foreign direct investment).

Baca juga: Menggenjot peran ekonomi syariah dalam menghadapi resesi

6. Urgensi untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah di kalangan keluarga dan pemuka agama.

7. Membangun sense of urgency and belonging terhadap nilai-nilai Islam dengan menghadirkan layanan ekonomi dan keuangan syariah secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

8. Ekonomi syariah perlu memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital dan teknologi informasi yang dapat memudahkan dan mempercepat perkembangan berbagai sektor ekonomi syariah. Dalam konteks ini, perlu dipastikan aspek pemanfaatan data yang aman dan menjamin privasi.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020