Jakarta (ANTARA) - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai daya saing daerah berkelanjutan menjadi kunci utama pemulihan Indonesia keluar dari pandemi COVID-19.

Peneliti KPPOD Sarah Hasibuan dalam webinar mengenai daya saing daerah berkelanjutan, Kamis, mengatakan daya saing daerah berkelanjutan tercermin melalui pilar lingkungan lestari, ekonomi unggul, sosial inklusif dan tata kelola yang baik.

"Daya saing daerah berkelanjutan melalui pilar lingkungan lestari, ekonomi unggul, sosial inklusif, dan tata kelola yang baik jadi kunci pemulihan pasca pandemi," katanya.

Sayangnya, lanjut Susan, jika melihat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan pemerintah, ia menilai program tersebut belum mencerminkan daya saing daerah berkelanjutan.

Baca juga: "Branding" daerah efektif membangun daya saing

Hal itu berdasarkan dua aspek dalam program PEN, yakni aspek ekonomi melalui penguatan UMKM dan insentif bagi dunia usaha; serta aspek sosial yang berkaitan dengan pemberian jaring pengaman berupa bantuan dan perlindungan kesehatan. Sementara aspek lingkungan tidak diikutsertakan dalam Program PEN.

KPPOD pun telah melakukan riset di 356 kabupaten di mana lembaga itu memetakan tiga kelompok daerah berdasarkan pilar daya saing daerah berkelanjutan. Kelompok pertama, yakni daerah dengan ekonomi unggul tetapi memiliki persoalan lingkungan kurang lestari; kedua, daerah dengan ekonomi rata-rata tetapi kondisi lingkungan cukup lestari; dan ketiga, aspek sosial tidak dominan bagi daerah yang berdaya saing berkelanjutan.

Berdasarkan hasil tersebut, Susan mengatakan bahwa daerah dengan lingkungan yang bagus maka aspek sosialnya juga menunjang. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa daya saing berkelanjutan rendah karena memang ketidakseimbangan pilar berkelanjutan.

"Artinya, perbedaan tipologi pada masing-masing daerah ini menyebabkan treatment kebijakan juga berbeda pada masing-masing daerah," katanya.

Baca juga: Kadin: UU Cipta Kerja dorong daya saing Indonesia

Oleh karena itu, Susan menekankan perlunya keseimbangan antarpilar sebagai kunci daya saing daerah berkelanjutan.

"Kalau dilihat saat ini banyak daerah bertumpu pada satu sektor ekonomi saja, ternyata belum bisa bertahan di masa pandemi. Daerah-daerah yang menggantungkan ekonomi pada sektor jasa, misalnya, saat pandemi daerah ini alami kontraksi ekonomi," katanya.

Begitu pula daerah yang bergantung pada sektor industri di mana pandemi menyebabkan pembatasan kegiatan industri sehingga ekonomi daerah itu juga mengalami kontraksi.

"Sehingga kita perlu melakukan eksplorasi potensi daerag sebagai sumber pertumbuhan dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan empat pilar daya saing berkelanjutan," jelasnya.

Selain eksplorasi potensi, Susan menambahkan optimalisasi UMKM atau industri rumahan juga bisa jadi cara mendorong daya saing daerah berkelanjutan. Upaya lainnya, yakni mendorong ekowisata dan agroindustri.

Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi, Sekretariat SDGs Kementerian PPN/Bappenas Setyo Budiantoro mengatakan daya saing berkelanjutan menjadi titik tengah aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan bisa berjalan beriringan.

"Sustanability (keberlanjutan) ini penting, karena akan membuat daya saing berkelanjutan. Dan Sustainable Development Goals (SDGs/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) menjabarkan ini secara rinci dan membantu kita ke depan," katanya.

Budi menuturkan dari 17 SDGs, ada 319 indikator yang harus dicapai Indonesia melalui rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah.

"SDGs ini sudah diarusutamakan dalam RPJMN. Maka dengan kita melaksanakan SDGs juga artinya melaksanakan pembangunan Indonesia," katanya.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020